Sepakbola saat ini tidak bisa dipungkiri sudah menjadi sebuah ‘simbol’ kekuatan dan ‘harga diri’ bagi seorang pemain maupun klub sepakbola, baik itu kelas kampung (tarkam) yang masih amtir bahkan sampai ke level professional di tinggkat nasional. Berujung menjadi sebuah symbol, kekuatan dan harga diri sebuah bangsa.
Tolak ukur dari kebangaan dan harga diri dalam sepakbola itu, bisa diukur dari berapa kali klub itu menjuarai sebuah liga atau turnamen. Pencapaian itu akan menjadi kekuatan untuk dapat ‘menepuk’ dada yang menimbulkan rasa bangga. Bagitu juga bagi Negara, sudah berapa kali negara tersebut berhasil menjuarai turnamen ditinggkat regional seperti piala AFF 2016 ini. Semua itu akan menjadi acuan atau ukuran-ukuran dilevel mana posisi Negara tersebut.
Kalau dilihat sepintas sepakbola tak lebih dari sebuah permainan yang sederhana, hanya dengan menedang dan menciptakan gol yang dilakukan dengan riang gembira sehingga menjadi menyenangkan.
Namun ketika sepak bola dimainkan secara serius dalam sebuah kejuaraan atau turnamen maka ia tidak lagi menjadi sederhana, karena sudah permainan tersebut sudah melibatkan emosi, bergembira ketika menang.
Situasi akan menjadi sulit ketika gawang menjadi kebobolan, pikiran mulai dipengaruhi emosi yang kemudian memuncak menjadi tidakan yang tidak terkontrol. Apa lagi ketika tim yang dibela mendapat tekanan dalam posisi kalah. Keadaan sepertr inilah yang membuat kesederhanaan permainan sepakbola itu menjadi hilang, dan keadaan ini pulalah yang membuat sampai menyentuh harga diri.
Nah, kondisi seperti inilah yang di alami bek kiri timnas Indonesia, Abduh Lestaluhu pada laga final kemaren malam sehingga ia harus menerima kartu merah dari wasit di pengujung laga final AFF Suzuki Cup 2016 tadi malam.
Hal itu bermula dari ulah para pemain cadangan dan Official tuan rumah Thailand yang mempermainkan bola dan mengulur-ngulur watu yang akhirnya membuat Abduh Lestaluhu menjadi terpancing emosinya yang berakibat dengan sengaja ia menendang bola ke arah bench dari tuan rumah Thailand. tak pelak tindakan itu langsung diberi kartu merah oleh Wasit Mohammed Abdulla Hassan.
Kalau dilihat lebih seksama terjadinya insiden itu, tentu Abduh Lestaluhu tidak bisa serta merta dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan tersebut. Hal ini mungkin perlu diselidiki oleh komite pertandingan (AFC). Yang pasti penyebab lainya adlah karena memang posisi tim yang dibelanya sedang dalam posisi mendapat tekanan ketinggalan dua gol dari Thailand. jadi pemicunya tentu para pemain cadangan dan staf pelatih Thailand yang dianggap tak mau memberikan bola (mengulur-ngulur waktu) kepadanya tersebut.
"Soal insiden tadi, kami sedang mengejar gol, saat bola out saya ingin ambil tapi pemain di bench Thailand malah ngulur, mainin bola dan lempar ke belakang lagi," serta menambahkan "Saat itu saya langsung balik ke belakang dan bilang ke wasit bahwa ini tidak fair play. Ketika saya dapat itu bola saya pun emosi karena kami sedang tertinggal," seperti yang dikatakan Abduh Lestaluhu.
Faktanya memang ketika Abduh mau mengambil bola untuk melakukan lemparan ke dalam. Bola tidak langsung diberikan oleh pemain cadangan Thailand. Kemudia setelah ia berbalik mau melakukan protes ke wasit, barulah staf pelatih Thailand melemparkan bola kepadanya.
Situasi itulah yang membuat Abduh menjadi terpancing emosinya, dan langsung menendang bola dengan keras ke arah mereka. Yang menarik adalah, setelah kejadian itu Abduh terlihat tidak menampakan roman wajah gentar sedikitpun atas keputusannya itu (dikandang lawan) . Walau tindakannya itu mengakibatnya ia harus dikeluarkan dari lapangan pertandingan