Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Pulang Bersama Hujan

Diperbarui: 5 Juli 2020   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Hujan | Photo by Joy Stamp on Unsplash (unsplash.com/@joyfulphotos)

Awan hitam masih menggumpal hitam dan setia menggantung di langit. Serbuan air yang sangat deras membuat lelaki berumur hampir setengah abad itu pun terlihat semakin gundah.

"Ugh! Kenapa belum berhenti sih?" rutuk hatinya.

Berkali-kali dilihatnya jam tangan lusuh yang selama puluhan tahun ini melingkar di tangan tuanya. Waktu menujukkan pukul 15.00. Sudah hampir sejam ia berdiam diri di pelataran ruko. Ikut menumpang berteduh bersama tujuh orang lainnya.

"Kalau begini terus, aku bisa terlambat," batin lelaki bernama Haidar tersebut.

Sekotak kardus bertali  rapia teronggok di samping kaki. Isinya seperangkat rangkaian mainan lego yang dipinta sang putra bungsu sebagai hadiah dirinya yang tengah berulang tahun kelima hari ini. Mainan yang amat ditunggu sejak berbulan-bulan lalu.

Haidar menghela nafasnya gusar. Jam 16.00 adalah waktu sang anak pulang sekolah. Haidar ingin sampai ke rumah terlebih dahulu sebelum anaknya datang. Ia mau membuat kejutan istimewa. Perjalanan ke rumah dari tempatnhya kini berdiri hanya terpaut jarak 1 kilometer. Tak jauh, tak juga dekat.

Namun kehadiran hujan yang tak terprediksi ini akan membuat jaraknya semakin jauh karena ia harus memutar jalan. Menghindari genangan di pasar yang kerap muncul setiap hujan deras.

Sepuluh menit kembali berlalu. Hujan semakin deras dengan petir menggelegar. Haidar semakin tak tenang hati. Dibuatnya sebuah keputusan nekat.

"Akan kuterjang saja hujan besar ini. Lebih baik basah kuyup daripada tak jelas menunggu kapan hujan berhenti," pikirnya.

Haidar membungkus kardus mainan dengan plastik besar lantas mengenakan jas hujan plastik untuk dirinya. Ia kemudian bergegas menuju sepeda ontel tua yang diparkir. Mengikatkan kardus  dengan erat di bagian belakang sepeda.

"Pak.. hujan masih deras. Tunggu dulu, Pak!" sayup terdengar teriakan suara juru parkir yang tengah berteduh. Suaranya bercampur dengan kilat yang menderu. "Di depan ada genangan, Pak. Arusnya lumayan kencang!" teriaknya kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline