Lihat ke Halaman Asli

Agustina Mega

Available

Sulitnya Proses Resiliensi dalam Pembelajaran Daring

Diperbarui: 24 Maret 2021   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

via pikiran-rakyat.com

Kasus virus Corona pertama kali di konfirmasi di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Presiden Joko Widodo kala itu mengumumkan dua orang Indonesia yang positif COVID-19, mereka berdua merupakan seorang ibu dan anak berusia 64 tahun dan 31 tahun.

Walaupun sudah mengkonfirmasi adanya pasien COVID-19, Indonesia tidak begitu saja memutuskan untuk memberlakukan lockdown. Walaupun virus Corona sudah memasuki negara, Indonesia tidak gentar seperti negara lainnya yang kemudian menutup akses bagi warga negara asing untuk memasuki negara mereka. Indonesia dengan optimis dan terus berpegang teguh untuk terus memajukan sektor pariwisata Indonesia dengan mengundang turis dari China, yang mana merupakan negara dimana virus Corona pertama kali muncul di dunia.

Banyak sekali berbagai langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia yang mana masyarakat melihatnya sebagai keteledoran. Nyatanya, semua itu kini terbukti dengan parahnya jumlah kasus COVID-19 yang sudah terkonfirmasi di Indonesia karena terus mengalami peningkatan. Hingga tulisan ini diterbitkan, terdapat 1,47 juta kasus terkonfirmasi, dinyatakan sembuh 1,3 juta, meninggal dunia 39.865 ribu.

COVID-19 sejak merebak ke berbagai belahan dunia telah dinyatakan sebagai pandemi. Keadaan pandemi ini telah mempengaruhi banyak aspek di masyarakat. Khususnya di bidang pendidikan. Pandemi COVID-19 menuntut setiap orang untuk tidak berkumpul dan berpergian. Hal ini tentu sangat berdampak bagi dinamika pendidikan Indonesia.

Sekolah ataupun institusi perguruan tinggi harus menjalankan aturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melaksanakan pembelajaran daring. Sistem pembelajarannya mengalami perubahan, berbalik 180 derajat. Segala kegiatan apapun itu termasuk pada ekstrakulikuler ataupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang awalnya dilakukan secara luring harus berubah menjadi daring.

Seperti dilansir dari Kumparan dalam artikel berita berjudul "Kaleidoskop Pendidikan di Masa Pandemi", perubahan pembelajaran luring ke daring mcukup membuat para pelaku pendidikan, baik pemerintah, tenaga pendidik, orang tua, dan peserta didik (mahasiswa dan siswa) sangat terkejut. Pembelajaran daring yang diterapkan menuntut kesiapan dari berbagai pihak untuk melakukan adaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru.

Masalah perubahan sistem pembelajaran ini menjadi relevan dengan salah satu teori perubahan sosial yang ada, yaitu Teori Evolusi.

Teori Evolusi menjelaskan bahwa evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan sistem kerja, dan berubah dari tingkat yang sederhana menjadi lebih kompleks (Goa, 2017).

Teori Evolusi mencoba menjelaskan perubahan sistem, yaitu dalam kasus pembelajaran daring adalah perubahan sistem pembelajaran dari luring ke daring. Sistem belajar daring nyatanya juga tidak sederhana seperti apa yang diperkirakan oleh kebanyakan orang. Seperti semuanya akan mudah apabila melakukan segalanya melalui daring, padahal perubahan ini menjadi lebih kompleks dan membuat banyak orang merasa kuwalahan.

Dilansir dari artikel yang sama, masalah yang muncul dalam proses pembelajaran daring menjadi lebih kompleks sebab pengajar akan kesulitan menentukan atau membuat ukuran capaian belajar dikarenakan oleh beberapa faktor seperti pengajar tidak tahu dan tidak dapat memastikan apakah pengerjaan yang dikumpulkan adalah hasil kerja pribadi atau hasil pekerjaan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline