Lihat ke Halaman Asli

pengalaman mempraktek-kan tips keparat revo sanjaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13765799631072043554

[caption id="attachment_259870" align="aligncenter" width="669" caption="in desolation, acrylic on canvas 90x120 cm"] [/caption] Sebagai pelukis muda saya menyandarkan kehidupan saya seutuhnya pada kemampuan saya melukis, saya melukis apapun dan dengan tehnik apapun saya bisa, dan saya selalu berkarya sesuai dengan kebutuhan pasar, ya saya termasuk pelukis yg all around dan cenderung ingin sell out, bahkan salah satu fikiran saya waktu itu adalah saya melukis apapun yg laku dijual,lalu duitnya utk senang-senang, beberapa makelar lukisan datang utk dibuatkan karya seperti ini atau itu, yg penting saat dipasarkan laku. Saat trend lukisan yg motivnya abstrak, saya pun melukis abstrak, atau saat yg laku karya yg bertema panen padi atau penari bali, saya pun melukis yg bertema seperti itu. Bahkan sebagai gambaran saya pernah “panen” saat trend lukisan potret ala agus suwage lagi ngetrend di pasaran, tanpa ragu saya copy paste dan di pasaran cukup laris dan sold out walau berkwalitas KW...

Boleh di kata saya ini adalah tukang dan bukan seniman!! Bahkan menghambakan uang sebagai goal akhir sebuah karya lukis yg saya hasilkan.

Pada suatu siang saya tertegun saat membaca tulisan keparat kompasioner revo sanjaya, saya merasa tertampar oleh kalimat-kalimatnya.

Dalam sebuah tulisannya revo sanjaya menyebutkan bahwa untuk menghasilkan karya tulis yg otentik,yang dahsyat,yg menyentuh dan genuine maka ia haruslah menghindari kata-kata “dalam rangka” artinya karya yg dihasilkan haruslah tanpa embel-embel dalam rangka untuk mengikuti ini atau itu, agar dalam rangka menyenangkan si ini atau itu, atau dalam rangka mencari pengakuan dan lapar akan tepukan panggung dan lemparan bunga tanda simpati, sehingga tulisan yg anda hadirkan adalah tulisan dalam rangka bagaimanamembungkuk agar para pembaca atau penikmatnya mengakui karya tersebut.dan bila anda melakukan itu semua maka mustahil anda akan menghasilkan sebuah karya yg dahsyat dan masterpiece.

Kemudian saya berfikir menulis kan sama halnya dengan melukis, yaitu membuat sebuah karya. Dan saya termenung memfikirkan apa yg telah saya lakukan selama ini, ya karya yg saya hasilkan adalah karya yg bukan diri saya yg seutuhnya, itu bukan art work,bukan karya seni, yg saya hasilkan hanyalah komoditas semata, hanyalah lukisan dekorasi, tak heran mengapa saya merasa jiwa ini kosong saat berkarya dan tak ada api di hati ini, yg ada hanyalah rutinitas dalam mengolah warna, menarik garis ataupun mengoreskan kuas di kanvas.

Tak heran ketika saya melihat kembali tumpukan lukisan-lukisan saya di gudang yg ada hanyalah perasaan dingin dan saat saya lihat kembali karya-karya saya, tak ada itu jiwa ketok, tak ada vitalitas dan stamina, tak ada capaian intelektual di dalam karya yg saya hasilkan, cepet bosen dilihatnya.

Kemudian ada peristiwa yg benar-benar membuat saya tersadarkan, yaitu ketika suatu hari si makelar lukisan yg biasa memesan lukisan betandang di studio lukis saya dan saat melihat saya sedang melukis ia denganberkacak pingang bilang dengan entengnya..eh lukisanmu anatomi-nya salah tuh, warna yg kamu gunakan juga kurang cerah dan kurang ekspresive,..nggak kayak lukisannya si anu yg lagi laris,......hati saya bergidik, jiwa seniman saya memberontak , kemudian saya marah dan mengusirnya, lha dia siapa se-enaknya bilang ini-itu tentang karya saya, saya merasa terhina dan sebagai seniman saya tak terima di perintah ini-itu,...apalagi oleh seorang makelar.

Sejak saat itu saya menjadi liar,menjadi kalap dan merasa tercerahkan oleh tulisan revo sanjaya tsb.

Setiap hari saya lapar akan ilmu tentang seni visual, baik itu dari buku,majalah, internet saya lahap dengan rakus.

Lukisan saya semenjak saat itu menjadi benar-benar berubah, jika dulu saya sangat mengatur warna, bentuk, anatomi bahkan saya selalu memilah-milah objek yg saya lukis sesuai dengan pesanan dan tren pasar maka kini berubah menjadi sangat liar, mentah dan gelap.warna hitam yg dulu saya haramkan kini saya pakai utk mencapai visualisasi yg saya inginkan.

Memang benar apa kata revo sanjaya bahwa semenjak mengikuti sarannya saya merasa dapat menyalurkan segala gagasan saya secara bebas,liar dan penuh tenaga. Setiap karya yg saya hasilkan saya suka dan ada transfer total kehadiran diri, ada jiwa ketok, jiwa yg Nampak di setiap lukisan yg saya buat.saya merasakan segenap ekstase aktualisasi diri dan tumpah ruah pribadi yg original dan otentik ada di setiap karya yg dihasilkan.

Baru kali ini saya merasakan nikmatnya melukis dan bukan membuat lukisan...ada transendensi disana.

Kemudian setelah beberapa karya sudah jadi maka saya tawarkan kepada para makelar, kolektor dan para penikmat seni. Saya khotbah disana bahwa karya saya ini bagus utk dikoleksi, masterpiece, kontemporer dan priceless...harganya juga tak mahal kok, rasional Cuma dengan 4 juta saja lukisan saya sudah bisa di bawa pulang, dikoleksi dan nangkring di ruang tamu.

Sudah satu bulan saya tawarkan kesana kemari, masih tak ada peminat, sementara saya butuh uang utk berkarya kembali,.....dalam hati saya bilang, dasar tak tau seni mereka itu.

Suatu pagi saya dapat telpon dari sang makelar yg dulu saya usir,..dia minta dibuatkan beberapa lukisan abstrak utk keperluan dekorasi sebuah rumah sakit di semarang...ia bilang akan ke studioku sambil membawa contoh foto karya-karya yg harus saya apropriasi alias saya tiru,....saya bilang oke.

Dalam hati saya bilang...keparat!!!!

Ps: gambar illustrasi adalah karya lukisan saya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline