Ketika berbicara mengenai emisi karbon maka fokus utamanya adalah pada gas yang dilepaskan sebagai hasil dari pembakaran materi yang mengandung karbon, emisi ini terjadi saat karbon tersebut dilepaskan ke udara. Pajak karbon merupakan salah satu bentuk penerapan pajak pada emisi gas rumah kaca terutama karbon dioksida yang dapat dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa penerapan pajak karbon di Indonesia bertujuan untuk memitigasi iklim, mengurangi jumlah emisi karbon di Inondesia dan menjadi tambahan sumber penerimaan bagi kas negara. Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat polusi dan emisi karbon di Indonesia sebelum dan setelah diterapkannya pajak karbon tersebut serta untuk menunjukkan bagaimana kondisi penerimaan negara setelah diberlakukannya pajak karbon tersebut. Berdasarkan data yang didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta beberapa literatur lainnya dapat diketahui bahwa pajak karbon merupakan ruang lingkup penerimaan negara baru yang memiliki potensi yang cukup besar di Indonesia selain itu di beberapa negara di dunia penerapan pajak karbon ini terbukti dapat mengurangi tingkat emisi karbon yang ada di negara-negara tersebut.
Dewasa ini, Indonesia tengah dihadapkan dengan permasalahan yang berkaitan dengan kualitas udara dan perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Polusi udara yang terus meningkat dari waktu ke waktu serta terus meningkatnya emisi karbon yang dihasilkan dari pabrik atau perusahaan yang beroperasi di Indonesia semakin memperburuk kualitas lingkungan hidup di Indonesia. Jumlah penduduk yang terus meningkat membuat tuntutan rumah tangga akan berbagai macam kebutuhan juga kian meningkat, hal ini akan membuat pabrik meningkatkan produktivitasnya. Di satu sisi, hal ini merupakan salah satu pertanda yang baik karena perekonomian Indonesia terus berjalan, akan tetapi jika kita melihat dari sisi yang lain tentunya hal ini dapat menjadi ancaman bagi masyarakat sekitar karena dengan meningkatnya produktivitas pabrik tersebut akan berakibat buruk bagi kondisi dan kualitas udara di lingkungan sekitarnya.
Perpajakan merupakan salah satu instrumen yang dapat mengurangi atau membatasi berbagai macam eksternalitas negatif yang dirasakan oleh masyarakat luas termasuk emisi karbon ini. Wakil Menteri Keuangan Indonesia menyatakan bahwa melalui Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat membuka ruang bagi Indonesia untuk menerapkan pajak karbon. Pajak karbon dapat dijadikan sebagai sebuah instrumen agar pasar-pasar karbon dapat tetap berjalan. Opsi ini diberlakukan agar dunia usaha yang menghasilkan emisi karbon dalam proses produksinya tetap dapat beroperasi dengan memilih untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dengan cara membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada pemerintah sebagai kompensasi atas eksternalitas negatif yang dihasilkan. Tidak hanya sebagai sarana untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia, penerapan pajak karbon ini juga menjadi bidang baru pada penerimaan Negara Indonesia bidang perpajakan sehingga berpotensi untuk menaikkan penerimaan negara.
Tabel tersebut adalah laporan yang menunjukkan data emisi karbon yang dihasilkan berbagai negara di dunia. Data tersebut diambil oleh tim ilmuwan Global Carbon Project selama periode tahun 2013-2022. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa secara rata-rata emisi karbon yang dihasilkan oleh Indonesia adalah sebanyak 930 juta ton CO2 per tahunnya dimana hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan. Dikarenakan jumlah yang sangat besar tersebut Indonesia berkontribusi sebesar 19,9% dari total karbon yang dihasilkan dunia dan menjadi posisi kedua sebagai negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Dilihat dari data tersebut maka pajak karbon merupakan salah satu instrumen yang tepat untuk mengurangi emisi karbon yang ada selain itu hal ini juga potensi besar bagi penerimaan negara Indonesia.
Di Indonesia yang menjadi penyumbang emisi karbon terbesar adalah perusahaan yang bergerak di bidang energi. Sepanjang tahun 2010-2019 emisi karbon yang dihasilkan dari perindustrian ini cenderung naik tiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan yang dialami sebesar 3,57%. Tabel berikut diambil dari data Kementerian LHK pada tahun 2021 yang menunjukkan jumlah emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor energi selama tahun 2010-2019.
Dari data yang telah tersaji, tingginya jumlah emisi karbon dari sektor energi mengharuskan pemerintah untuk berupaya menekan angka ini dengan menerapkan pajak karbon atasnya. Hal ini dilakukan melalui diterbitkannya UU HPP dengan mengacu pada pasal 13 UU HPP yang menjelaskan terkait dengan subjek dan objek pajak yang akan dikenakan pajak karbon. Potensi penerimaan pajak karbon di Indonesia sendiri telah dihitung menggunakan proyeksi pengenaan tarif pajak atas karbon sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Dengan peningkatan sebesar 3,75% per tahunnya, berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dalam Jurnal Pajak Indonesia yang membahas tentang emisi karbon dapat diketahui bahwa potensi perolehan pajak karbon dari sektor energi pada tahun 2025 adalah sebesar Rp23,651 triliun. Hal ini digambarkan lebih lanjut dalam tabel berikut yang diambil dari Jurnal Pajak Indonesia.
Di lain sisi penerapan pajak karbon ini juga dapat ditinjau dari segi lingkungan, yang mana penerapan pajak tersebut diharapkan akan mengurangi tingkat emisi karbon yang terjadi. Walaupun belum ada penelitian spesifik yang dilakukan di Indonesia, tetapi penerapan pajak karbon ini terbukti efektif dalam mengurangi emisi yang ada dan dianggap dapat memperbaiki kualitas udara di beberapa negara lain di dunia. Tabel berikut ini merupakan data yang telah diolah oleh salah satu jurnal yang terbit di Jurnal Pajak Indonesia yang menunjukkan pengaruh penerapan pajak karbon terhadap tingkat emisi di beberapa negara.
Berdasarkan berbagai data yang telah ditampilkan dapat diketahui bahwa penerapan pajak karbon di Indonesia ini akan memberikan banyak keuntungan dan dampak positif baik bagi Negara Indonesia, pemerintah, maupun bagi masyarakatnya. Dari sisi penerimaan negara, hal ini menjadi sebuah potensi penerimaan yang jika dikelola dengan baik akan memberikan dampak yang cukup besar dan berpengaruh terhadap positivitas APBN Indonesia sehingga perlu mendapatkan pertimbangan lebih lanjut dan terukur. Hal ini ditunjukkan dengan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan potensi penerimaan pajak karbon dari sektor energi yang mencapai angka sebesar Rp23,651 triliun pada tahun 2025. Sedangkan, bagi masyarakat penerapan pajak karbon ini akan memperbaiki kualitas udara di Indonesia karena dengan diterapkannya pajak atas karbon maka perusahaan yang menghasilkan emisi karbon selama proses produksinya akan mengurangi tingkat emisi karbon yang dihasilkan. Wakil Menteri Keuangan mengatakan bahwa pajak karbon dapat menjadi alat terpenuhinya Nationally Determined Contribution dengan menurunkan emisi gas sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,20% dengan kerja sama internasional pada tahun 2023. Walaupun demikian jika dilihat dari karakteristik sosial masyarakat Indonesia maka penerapan pajak karbon ini harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap karena jika menunjukkan hasil yang positif maka pengenaan pajak atas karbon ini dapat diperluas ke sektor-sektor industri dan perekonomian lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H