Lihat ke Halaman Asli

Maraknya Anak Kecil yang Diperalatkan di Jalanan

Diperbarui: 21 Desember 2022   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hotmariasi Br. Sinaga || Dr. Dra. Gustianingsih,  M.Hum.

Saat ini maraknya anak jalanan menjadi pusat perhatian dunia, banyak anak kecil yang bekerja di jalanan. Pendapat dari masyarakat luas mengenai anak jalanan adalah anak-anak yang diperalatkan untuk mencari nafkah, putus sekolah, bahkan ada yang beranggapan bahwa anak jalanan mengganggu ketertiban umum. Pengertian anak jalanan telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya oleh Utoyo (dalam Munawir Yusuf dan Gunarhadi, 2003: 7) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah "anak yang waktunya sebagian besar dihabiskan di jalan, mencari uang dan berkeliaran di jalan dan di tempat-tempat umum lainnya yang usianya 7 sampai 15 tahun".

Hidup dan mencari nafkah di jalanan bukanlah hal yang layak bagi tumbuh kembang anak. Anak jalanan biasanya bekerja sebagai pengamen, pemulung, manusia silver di persimpangan lampu merah, badut-badut jalanan dan lain sebagainya. Banyak ancaman seperti kekerasan yang dialami dan dirasakan oleh anak jalanan. Contohnya mereka bisa dipukuli oleh bos atau orang tuanya sendiri karena tidak mampu menghasilkan uang yang banyak saat bekerja di jalanan. Hal tersebut adalah resiko jika hidup di jalanan dan anak-anak pun tidak akan memiliki keterampilan dalam hal lain dan tidak memiliki identitas diri yang sempurna.
 
Departemen  Sosial membuat suatu definisi operasional dari anak jalanan, yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah  dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya. Mereka biasanya berusia 6 -- 18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah, tinggal dengan orang tua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun dengan teman-temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terus- menerus maupun tidak. Beberapa faktor utama, yang diakui oleh masyarakat dan beberapa tokoh, yang menyebabkan timbulnya anak jalanan, antara lain kemiskinan, disfungsi keluarga, dan kekerasan dalam keluarga.

A.Faktor-faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Anak jalanan yang ada di perkotaan tidak muncul begitu saja tanpa ada faktor yang mempengaruhinya. Menurut Surjana dalam Andriyani Mustika (2012:211) penyebab munculnya anak jalanan meliputi tingkat mikro, mezzo, dan makro yang dapat diuraikan sebaik berikut:

1.Tingkat Mikro (Immediate causes)
Yakni faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya seperti lari dari keluarga, dipaksa bekerja, berpetualang, diajak teman, kemiskinan keluarga, ditolak atau kekerasan atau terpisah dari orang tua. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis karena ditolak orang tua, salah perawatan dari orang tua sehingga
mengalami kekerasan di rumah (child abuse).

2.Tingkat mezzo (Underlying causes)
Yakni faktor di masyarakat seperti kebiasaan mengajaknya untuk bekerja sehingga suatu saat menjadi keharusan dan kemudian meninggalkan sekolah, kebiasaan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena keterbatasan kemampuan di daerahnya.

3.Tingkat makro (Basic cause)
Yakni yang berhubungan dengan struktur makro, seperti peluang pekerjaan pada sektor informal yang tidak perlu membutuhkan modal dan keahlian yang besar, urbanisasi, biaya pendidikan yang tinggi dan perlakuan guru yang diskriminatif, belum adanya kesamaan persepsi instansi pemerintah terhadap anak jalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya anak jalanan terutama di perkotaan.  Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 : 36).
Palembang menjadi salah satu kota tempat maraknya anak jalanan yang mencari nafkah dengan berbagai wujud, baik pengamen, penjual koran, penjual tisu, dan lain-lain di sudut jalan kota Palembang. Pada tahun 2017, total anak jalanan, pengemis, gelandangan dan orang gila yang berhasil terjaring yakni sebesar 400 orang, sedangkan tahun 2018 yakni sebanyak 200 orang. "Hampir rata- rata yang terjaring berasal dari luar Palembang seperti Sukabumi" narasumber: Ikhsan (5/2/19).

Anak merupakan karunia dan amanah dari Tuhan, yang seharusnya dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, serta hak-hak sebagai manusia bukan malah dipergunakan untuk menghasilkan uang. Anak berhak untuk hidup dan berkembang. Anak berhak untuk mendapat perlindungan terhadap tindakan kekerasan, eksploitasi, penyalahgunaan seksual, dan diskriminasi. Anak berhak tinggal dengan orang tua, memperoleh perawatan, pelayanan kesehatan pelayanan pendidikan serta mempunyai bantuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Anak mempunyai hak bebas untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama, berkumpul dan berserikat. Anak berhak untuk bermain berekreasi, berseni budaya, bersenang-senang dan beristirahat.

Namun, hak-hak tersebut tidak didapatkan oleh anak-anak jalanan. Anak jalanan adalah anak laki-laki dan perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan dan tempat-tempat umum seperti simpang lampu merah, terminal, mal dan sebagainya. Anak jalanan merupakan salah satu dari masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.

B.Dampak Dari Hidup Sebagai Anak Jalanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline