Barus sebagai gerbang masuknya agama-agama luar didukung temuan G.J.J. Deutz, mantan kontrolir Belanda, ketika bertugas di Barus, menulis tahun 1872, Deutz menemukan pecahan batu peninggalan zaman Hindu. Namun, baru tahun 1932, prasasti itu dibaca diterjemahkan Profesor Nila-kanti Sastri dari Universitas Madras. Bahasanya bahasa Sangsekerta. Prasasti itu menyebutkan, abad ke-11, telah bermukim di kota Barus sebuah koloni bangsa Tamil.
Gnillout Claude, penulis buku Barus Seribu Tahun Yang Lalu menyebutkan, Barus adalah sebuah kota kuno di Pantai Barat Sumatera Utara. Nama Barus muncul dalam sejarah peradaban Melayu masa Hamzah Fansuri, penyair mistik terkenal itu.
Sementara tim arkeolog dari Ecole Francaise D'extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobutua-Barus, menemukan bahwa pada sekitar abad ke 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan etnis lainnya. Ini menandakan dahulu kala Barus sangatlah penting sebagai pusat perjumpaan para pedagang.
Ternyata, jauh sebelum temuan di atas, Barus juga merupakan masuknya agama ke Nusantara. Hubungan Barus dengan Timur Tengah rupanya sudah lama. Jauh sebelum agama Islam masuk ke Nusantara, sudah terlebih dahulu tiba Kristen Nestorian. Adalah kecamatan terpencil di Sumatera Utara yang bernama Barus sebagai tempat masuknya Kristen Nestorian abad ke-6, tepatnya tahun 645.
Tetapi, jauh sebelum itu Nestorian sudah ada di Barus, Barus sudah merupakan pusat perdagangan asal kapur barus yang disebut "kamper." Saat Abu Salih al-Armini menulis sebuah karangan bahwa kamper berasal dari Barus. Dalam buku itu dijelaskan jauh sebelum pedagang Timur-Tengah datang ke Barus sudah ada orang-orang Nestorian. Hal itu juga tertulis di buku Kitab Nazm al-Jawhar karangan Sa'idah al Batriq menyebutkan di abad ke-7 sudah jemaat Nestorian di Barus. Peryataan itu juga diperkuat dengan ditemukannya sebuah salib Nestorian.
Lain lagi laporan dari naskah-naskah kuno Nestorian tentang Keuskupan di Dabag yaitu wilayah Jawa dan Sumatera Selatan selain di Barus dekat Sibolga, Sumatera Utara. Abad ke-14 Giovanni De Marignolli dari Italia menemukan orang-orang Kristen yang berbudaya non-Eropa (Arab) di Majapahit dan Sriwijaya. Ada jemaat Nestorian yang masih melakukan sembayang ala Nestorian.
Sementara dalam buku Sejarah Perjumpaan Kristen dan Muslim di Indonesia yang ditulis Jan S. Aritonang menyebutkan, jauh sebelum perjumpaan agama Islam di Indonesia sudah ada Kristen Nestorian bersumber dari Khaldea/Syria dan Persia. Menurutnya, hal ini juga diperkuat temuan beberapa misionaris Katolik ke tempat di Nusantara pada abad ke-14. Tetapi jejak Nestorian di Barus dipastikan tidak berakar, tidak pernah tumbuh.
Masuknya Kristen Nestorian pun di Barus tidak tahu pasti apa motif di balik itu. Apakah karena semangat penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil yang disebut rahib itu? Atau, barangkali hanya untuk berdagang di Barus sebagai salah satu pelabuhan terkenal kala itu, atau Nestorian hanya sebagai menumpang?
Nestorian
Kristen Nestorian adalah Kristen Ortodoks yang berkembang di Timur-Tengah. Liturgi dan bahasa yang di pakai adalah Arab. Nestorian didirikan Nestorius, ajaran ini dilanjutkan oleh Eutyches (380-456). Kristen Nestorian adalah nama yang diberikan untuk pengikut Nestorius.
Gereja Netorian yang berasal dari Irak (Persia) ini tidak terlalu menghiraukan doktrin, tetapi giat mengekpresikan diri ke sebelah Timur maupun Selatan. Sepeninggalan Nestorius, Eutyches membangun teologia yang berbeda dari gereja Roma, ketika itu dikuasai Romawi. Perbedaan pandangan tentang teologia tersebut memperkeru situasi, karena perbedaan teologia itu, tahun 451, oleh Gereja Katholik Roma pada Konsili Chalcedon menyebut Nestorian adalah Bi'dah.