Lihat ke Halaman Asli

Mengasuh Kedalaman Spiritual

Diperbarui: 12 Juni 2017   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengasuh kedalaman spiritual bertujuan menihilkan "hanya" sedar pemikiran gagasan, bahwa ada sesuatu yang asing tentang pengalaman spiritual, malah sebaliknya pengalaman itulah yang membuat diri menjadi manusia seutuhnya, ketika menemukan nilai spiritual. 50 Spiritual Classics buku Tom Butler-Bowdon yang menekankan pada hal kebangkitan spiritual pribadi dan ekspansi kesadaran dibandingkan dengan agama atau teologi. Buku ini berfokus pada kisah kehidupan tokoh-tokoh spiritual terkenal, termasuk tentang perubahan atau peningkatan iman yang dramatis, juga tentang penemuan tujuan yang berlangsung seumur hidup. Merupakan panduan pertama dan singkat menuju karya-karya spiritual terbaik.

Lagi, buku ini menampilkan memoar pribadi dan biografi yang menggugah, mengilhami dari limapuluh tokoh seperti: Gandhi, Malcom X, dan Black Elk; filsuf dan guru Timur termasuk Krishnamurti, Yogananda, Chogyam Trungpa; dan dari Barat seperti Santo Fransiskus dari Assisi, Hermann Hesse, dan Simone Weil. Juga, buku klasik seperti Confessions karya Santo Agustinus dan Interior karya Santa Teresa dari Avilla. Naskah ini pengalaman spiritual manusia sebagai sesuatu yang universal, mengilhami para spiritualis untuk memulai petualang mereka sendiri.

Sang penulis yang dikenal dengan trilogi 50 Classics buku, 50 Spiritual Classics adalah buku ketiga dari trilogi pengembangan pribadi yang dimulai dengan 50 Self-Help Classics dan 50 Success Classics. 50 Spiritual Classics didasari oleh premis bahwa mencari ketentraman material saja pada akhirnya tak memberikan kepuasan batin, justru kehausan batin yang terus menganga. Jika tak ditemukan sumber spiritualitas, sebab ada rongga kosong dalam jiwa manusia yang bisa diisi lewat spiritual.

Bahkan, ketentraman emosional atau pengetahuan yang besar tak membantu kita diciptakan untuk mencari jawaban yang lebih besar. Oleh kedalaman penulis mengekplor imaji dari spiritual ke limapuluh tokoh dalam buku ini dinilai sama kualitasnya dengan buku-buku pengembangan diri yang sohor seperti Think and Grow Rich, The Science of Getting Rich, Sun Tzu Art of War, Machiavelli The Prince dan buku-buku sejenis lainnya.

"Saya merasa pekerjaan saya adalah untuk menambang atau informasi transformatif dalam buku untuk membawa pembaca pada kedalaman spiritual." Nyatanya, kebanyakan orang tak menyediakan waktu berdevotion atau mengasah kepekaan lewat membaca, berkomunikasi denganNya. Inilah kenyataan, dunia tak terlalu melek literasi, padahal membaca juga bagian dari pengasuh spiritual. Di atas semuanya, pengasuhan batin spiritual hanya terasuh oleh kebiasaan diri menempatkan pada konsidisi haus. Dengan mengasuh spiritual itu, kita menempatkan jiwa di jalan menuju sesuatu besar.

Kenyataannya, kondisi jagad kita sekarang ini makin berjibun orang pintar yang berpengetahuan, tetapi tak banyak yang mumpuni menyeimbangkan pengetahuan dengan spiritualitas. Terlalu sibuk, maka tak ada ruang pribadi mengasah dan mengasuh batin. Maka, memiliki pengetahuan sendiri tak secara otomatis diterjemahkan ke dalam kesuksesan, tanpa ada nilai keabadian batin di sana.

Misalnya, mudah untuk mendapatkan pengaruh oleh beberapa ide baru, atau gerakan di media sosial, tetapi jika kita memiliki beberapa landasan dalam sejarah atau ekonomi, kita akan tercerahkan bahwa mereka yang memahami kedalaman spirituallah yang bisa meraih kebijaksanaan dalam pencerahan tujuan di dalam keabadian. Saya sendiri menemukan nilai-nilai keabadian itu, makin terasa hakikinya saat saya menemukan inti ajaranNya. Inti ajaranNya meresap bersamaNya. Semua aspek nilai-nilai spiritual sebenarnya ada dan diajarkan pada semua agama, hanya saja tak mungkin keabadian ditemukan oleh penggabungan atau mensarikan nilai dari semuanya.

Bagi saya nilai spiritual sesungguhnya ketika titik kulminasi pada persinggungan yang universalnya, tetapi mengimani hanya satu saja jalan menuju pada keabadian. Berarti menjelajahi kedalaman spiritualitas dalam hidup, menemukan makna. Itu sebab spiritualitas adalah keyakinan akan keterhubungan dengan sang ilahi. Oleh keterhubungan itu menjadikan diri tersadar akan kebermaknaan dalam tujuan rancanganNya. Kondisi krisis, situasi kritis memberi ruang perubahan dan memperkuat kedalaman spiritual, tetapi sebaliknya, seseorang tak mengimani kuasa keilahiaan tak akan memetik makna dari setiap keadaan yang kita alaminya. (Hojot Marluga)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline