Lihat ke Halaman Asli

Daftarkan Anak Ibu Bersekolah di Sini

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tinggal menghitung hari tahun ajaran baru akan dimulai. Orang tua yang akan melanjutkan pendidikan anaknya ke TK, SD, SMP, SMA dan PT mulai melirik, melihat, mendengar dan mencari sekolah yang pas buat buah hati mereka. Pertimbangan jarak dan biaya sering menjadi penentu utama pilihan orang tua. Padahal sebenarnya kualitas sekolahlah yang menjadi prioritas utama. Bagaimana sekolah berkualitas yang menjadi harapan orang tua tentunya punya tolok ukur berbeda setiap orang tua.

Sekolah berkualitas haruslah sekolah yang menyenangkan. Hal ini tentu sesuai imbauan Menteri Pendidikan Anies "Sekolah harus diubah menjadi tempat yang menyenangkan di mana kalau siswa ke sekolah pasti ingin kembali bukan ingin segera pulang.

Sekolah Menyenangkan

Sekolah menyenangkan adalah sekolah yang selalu dirindukan. Apa saja yang dirindukan itu ? Ruangan belajar yang homing. Setiap ibu rumah tangga tentu berusaha agar rumah menjadi tempat yang paling nyaman, sehat dan terjamin bagi anaknya. Ibu akan mendekorasi setiap ruangan di rumah menjadi segar dan sehat. Misalnya saja ruangan tidur anak akan dicat dengan warna favoritdan dilengkapi berbagai perabot sesuai selera anak apa itu sprei, bantal dan handuk yang serba Hello Kitty misalnya. Maka sekolah sebagi rumah kedua anak juga harus dibuat sehoming mungkin. Jangan sampai ruangan 7x8 meter tersebut menjadi kelas membosankan. Bayangkan dia akan duduk di sana selam 250 hari efektif belajar per tahunnya. Berbagai usaha dapat dilakukan untuk membuat kelas belajar menyenangkan seperti cat putih konvensional dapat diganti dengan warna-warna segar seperti hijau, orens, atau biru muda. Tempat duduk konvensioanal empat baris memanjang ke belakang juga dapat diganti menjadi tempat duduk yang mudah diubah sesuai tema belajar. Misalnya model seminar bila berdiskusi atau model panggung bila berpuisi. Cahaya juga harus cukup. Bila cahaya tidak cukup atau silau mata akan dua kali bekerja keras untuk hanya bisa membaca dan melihat tentunya hal-hal seperti inilah yang membuat anak cepat lelah padahal belum mulai belajar untuk mencerna pelajaran. Udara juga diharapkan bebas bersirkulasi. Semakin banyak oksigen terhirup anak maka akan semakin lancar peredaran darah ke otak. Semakin lancar peredaran darah di otak maka anak semakin mudah menyerap pelajaran. Memang sekolah di kota-kota besar terhimpit di antara bangunan-bangunan besar sehingga sangat sulit membuat ruangan kelas berudara. Sekarang banyak ruangan kelas ber-AC sebagai solusi mendapatkan udara segar. Boleh juga ditambah pengharum ruangan untuk menyegarkan dan iringan musik untuk menenangkan. Profil siswa yang tadinya foto warna 3x4 dapat diganti dengan foto selfie setiap siswa. Remaja senang eksis narsis. Mengapa sekolah tidak menangkap gejolak tersebut? Hal ini dapat juga dilanjutkan dengan memajang hasil karya siswa di ruangan kelas masing-masing. Suasana kelas adalah penentu psikologis belajar siswa.

Kebersihan tentunya harus menjadi budaya setiap siswa. Tetapi perlu juga sekolah menyiapkan tenaga untuk pembersih sekolah khususnya yang mengurusi sampah dan toilet. Kantin juga harus menjamin makanan sehat, halal dan bersih. Sekolah layak anak. Sekolah berhak menyeleksi tender pengelola kantin dengan melihat kebersihan pengolahan dan penyajian makanan. Keamanan sekolah juga menjadi pertimbangan berikutnya. Tidak ada tempat gelap yang dipakai untuk cerita horor seperti yang sering muncul di sinetron remaja saat ini. Bahwa sekolah sering dijadikan syuting film horor ada lorong atau tangga gelap dan sunyi sebagai tempat menakutkan.

Manajemen sekolah yang baik akan mengelola semua prasarana di atas menjadi sinergis. Kemampuan manajemen sekolah dapat dilihat dari penghargaan yang didapat. Manajemen sekolah akan memudahkan semua pihak saling terhubung. Guru dengan mudah mendapatkan bahan ajar atau soal-soal dari wi-fi sekolah. Guru akan mengadaptasi semua bahan ajar tersebut dengan metode pembelajaran yang tepat. Misalnya sudah tidak zamanya lagi guru mengajar dengan metode ‘ceramah 24 jam’ artinya ceramah melulu cas-cis-cus tetapi ceramah dengan bantuan audio visual. Sebuah gambar lebih berarti dari seribu kata. Hasil kerja siswa juga tidak harus lagi lewat kertas tetapi dapat lagsung dapat diupload ke internet untuk sekolah lebih terbuka ke luar selain itu guru juga dapat serta menjadi aktivis go green dengan mengoreksi tugas anak-anak melalui cek email. Intinya bagaimana sekolah harus berbenah menjadi tuan rumah dalam mempersiapkan acara penting. Tamu agung yang diundang adalah siswa dan acara penting itu adalah belajar. Belajar adalah pesta.

Tentu prasarana sekolah seperti yang disebutkan di atas terlalu ideal. Tetapi mengapa tidak ? Sekolah swasta sedang berlomba-lomba membuka sekolah mahal. Ada harga maka ada sarana. Bagi sekolah negeri dengan dana terbatas tentu sangat sulit menciptakan ruangan kelas ideal di atas. Tetapi bukan tidak mungking. Di daerah saya kelas ideal seperti diatas dibisniskan menjadi kelas plus. Orang tua akan dikutip dana tambahan yang besar untuk menyediakan dan memelihara ruangan kelas ideal di atas.

Guru yang Mengispirasi

Sekalipun sekolah tersebut menyediakan sarana terlengkap dengan ruangan komputer tercanggih. Laboratorium fisika, kimia biologi dan bahasa supernyaman. Pembina ekskul terlatih dibidangnya bahkan sampai ada yang mendatangkan atlet langsung sebagai pelatihnya dengan alasannnya guru tidak sempat dan tentu kurang kompeten. Fasilitas Wi-fi anti lelet. Buku gratis dan kurikulum terbaru. Semua itu hanya akan menjadi benda-benda diam tak bergerak bila tak dihidupkan oleh guru. Penting bila orang tua juga memperhatikan profil guru sekolah tersebut.

Dimulai dengan pendidikan minimal guru tersebut. Untuk siswa TK minimal PGTK, siswa SD minimal PGSD, untuk SMP/SMA minimal SI dan PT minimal S2. Hal ini menjadi lebih mudah karena syarat utama guru memperoleh sertifikat pendidik adalah dengan memperhatikan pendidikan minimal. Memang jenjang pendidikan bukan jaminan guru tersebut cerdas tetapi itu menjadi tolok ukur minimal. Selanjutnya adalah prestasi guru. Guru berprestasi akan menghantarsiswa berprestasi. Tentu saja prestasi ini tidak harus wah. Prestasi-presatsi sederhana jugaboleh seperti guru dengan senyum termanis, guru dengan bahasa terlembut. Perhatikan juga bagaimana sekolah tersebut selalu mengupdate gurunya. Guru perlu terus dibaharukan ilmu dan pedagogiknya. Karena itu, sekolah tidak boleh hanya menguras habis ilmu guru tersebut untuk anak didik. Memaksa dia bekerja full timetetapi lupa memberi hak guru untuk terus belajar juga. Sebagai bandingan bila pegawai kantoran swasta dipromosikan akan disertai dengan diklat dan sebagainya. Mengapa sekolah tidak menyiapkan pos atau dana khusus untuk pelatihan guru. Jangan hanya menunggu seminar, diklat, MGMP atau workshop yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan. Tentunya guru dituntut mampu mengupdate diri sendiri, tetapi alangkah idelanya bila sekolah juga dapat menfasilitasi tersebut.Terakhir mungkin adalah kesejahteraan guru. Batasan sejahtera tentu berbeda-beda. Minimal upah minimum kabupaten. Sehingga bila guru sejahtera akan senang hati mengajar. Bila gaji tidak mencukupi dari sekolah tersebut, maka guru akan mencari sekolah atau tempat lain untuk menambah penghasilan. Sehingga guru tersebut akan mempunya dua atasan. Dapatkah seseorang mengabdi kepada dua tuan?.

Saya percaya sudah banyak sekolah dengan kriteria di atas dan saya semakin percaya akan semakin banyak sekolah yang sangat memperhatikan kelengkapan belajar dan kinerja gurunya untuk Indonesia hebat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline