Pernahkah tulisan Anda di beri respon yang menyakitkan? sampai Anda menulis artikel/postingan baru sebagai tempat curhat. Di Kompasiana ini saya pernah membaca beberapa artikel yang isinya adalah curhatan orang-orang yang sakit hati karena tulisannya direspon namun menyakitkan. Disini saya tidak akan menyebut nama juga tidak memberikan link, kenapa??karena orangnya bisa marah2 dan curhat lagi, namun alasan yang utama adalah saya ga mau dimusuhin. Lho lalu kenapa nulis begini??hanya untuk pembelajaran saja.
Sebelumnya saya ingin menjelaskan maksud kata tulisan disini. Tulisan adalah apa yang Anda tulis, bisa berupa artikel/postingan maupun komentar. Pasti Anda pernah menulis artikel dan memberi komentar di kompasiana ini bukan...?
Untuk yang pertama yaitu artikel direspon menyakitkan, saya pernah baca dua artikel curhatan mengenai:
1. Artikel dinilai jelek.
Di Kompasiana ini kita bisa memberikan nilai terhadap suatu postingan orang lain, ada inspiratif, bermanfaat, basi, asal tulis, plagiat dll. Jika tulisan Anda dinilai jelek, apa sikap Anda??
Saya pernah baca artikel orang yang isinya curhatan orang yang marah2 karena tulisannya dinilai jelek, dia ga terima karena tulisannya jadi HL. Dia memberikan argumen2 yang isinya tetap menyatakan bahwa dia ga terima dengan nilai jelek.
Pertanyaannya, perlukah dia marah2 dan curhat di artikel baru??menurut saya tidak, mungkin harga dirinya terlalu tinggi sehingga ga terima kalo tulisannya dinilai jelek. Entahlah.........
Jika saya dalam posisinya ya cuekin aja, emang kenapa, terima aja, toh dunia ga akan berakhir karena hal itu :-D
*jelek disini bisa berupa basi, asal tulis, plagiat, provokatif
2. Artikel dikomentari sentimen.
Jika Anda menulis postingan dan diberi komentar oleh orang lain tentu Anda senang bukan, tapi bagaimana jika komentarnya menyakitkan??apa yang Anda lakukan?
Beberapa waktu lalu ada kompasianer yang menulis artikel baru untuk "curhat baik-baik" bahwa ada orang yang memberikan komentar berisi sentimen dalam setiap postingannya. Kenapa saya bilang "curhat baik-baik"??karena bahasanya tidak menunjukkan dia emosi. Tentu ini baik karena dia tidak emosi, tapi saya melihat artikel ini juga berupa "curhatan" si A mengenai ulah J.
Namun saya tetap salut terhadap A karena bisa menahan diri untuk tidak emosi atas komentar J, tapi juga ga usah nulis artikel yang isinya curhat dong...>>> :-)
Bagian kedua mengenai komentar direspon menyakitkan nanti saya posting, jadi bersambung.
*Saya menulis ini tidak ada maksud buruk, jika ada yang tersinggung silahkan kirim pesan dan jika argumennya masuk akal artikel ini akan saya unpublished.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H