Jakarta, Ibukota sekaligus pusat bisnis di Indonesia selalu menjadi idaman perantau dari berbagai daerah. Pemerintah provinsi DKI Jakarta mencatat ada 1.200 orang yang telah terdata datang ke Jakarta pascalebaran. Jumlah yang terdata masih lebih sedikit dari prediksi pendatang sekitar 40 ribu orang.
Banyak orang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan harapan menaikkan taraf hidupnya. Jakarta sudah dipenuhi oleh pencari kerja dari berbagai daerah, tetapi mengapa mereka tetap lebih memilih berkompetisi di Jakarta? Mengapa persaingan mencari kerja di Jakarta terasa lebih adil?
Keterbukaan Informasi dan Jumlah Lapangan Kerja
Perbedaan utama paling terlihat di dunia kerja Pulau Jawa dan pulau lain adalah keterbukaan informasi. Penulis dapat melihat berapa banyak lapangan pekerjaan yang terbuka di Jabodetabek tapi menemukan sedikit sekali lapangan pekerjaan di pulau lain. Sebatas keterbukaan informasi lapangan pekerjaan saja susah untuk ditemui.
Penulis sendiri yang melihat fenomena ini cukup bingung karena banyak perusahaan di Sumatra tetapi lowongan kerja kenapa sedikit sekali. Sekedar informasi magang saja juga susah ditemui. Perusahaan di Pulau Jawa terutama Jabodetabek lebih terbuka terkait informasi magang maupun lowongan pekerjaan. Keterbukaan sekaligus jumlah perusahaan yang banyak membuat pencari kerja lebih memilih Jakarta dibanding asal daerahnya sendiri.
Meritokrasi
Meritokrasi terlihat sangat jelas di Jakarta. Meritokrasi merupakan konsep dimana IQ dan effort lebih diutamakan untuk mencapai posisi. Dengan kata lain, meritokrasi menciptakan kondisi dimana semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan/jabatan.
Semua orang di Jakarta perlu belajar dan berkembang (effort) untuk mempertahankan posisinya. Belajar dan bertumbuh ini yang membuat Jakarta menjadi salah satu kota dengan persaingan paling adil. Jika kamu tidak dapat berkembang, maka kamu akan terseleksi dengan sendirinya. Hal ini membuat persaingan terasa lebih adil karena kontrol berada pada diri sendiri dan tidak pada eksternal.
Sedikit Nepotisme
Nepotisme (lebih memilih kerabat/teman berdasarkan hubungan bukan kemampuan) sering terjadi di sekitar kita termasuk dunia kerja. Bagaimana dunia kerja di Jakarta? Tentu saja masih ada, hanya saja penulis melihat nepotismenya jauh lebih ketat. Dengan kata lain, tidak semua orang bisa membawa kerabatnya untuk masuk kerja di tempat yang sama.
Setidaknya, sedikit nepotisme ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan persaingan di luar Pulau Jawa. Pembaca pasti sempat mendengar untuk mencari kerja di Lampung susah kalau tidak ada "orang dalam". Penulis sendiri mendengar dari teman saat ingin mendaftar di perusahaan air minum di Sumatra, malah ditanya punya koneksi dengan Gubernur? Kasus terparah, mendaftar SPG mall saja juga memerlukan koneksi.
Tidak dipungkiri "orang dalam" atau bahasa halus zaman sekarang "koneksi" menjadi privilege untuk masuk dunia kerja. Bahkan untuk magang saja terkadang harus punya koneksi. Di Jakarta sendiri, kebanyakan orang yang masuk dengan jalur khusus maka akan diselimuti dengan pandangan khusus kanan kiri.
Adapun yang masuk dengan jalur ini, pasti juga berusaha keras menunjukkan bahwa dia memang pantas ada di sana. Sedikitnya peran koneksi membuat Jakarta menjadi kota dengan persaingan lebih adil.