Investasi crypto banyak dibicarakan dan diperdebatkan oleh investor. Beragam investor berpendapat layakkah crypto menjadi salah satu aset untuk diversifikasi.
Puncak pembicaraan terjadi saat Elon Musk menyatakan bahwa Tesla dapat dibeli menggunakan Bitcoin. Kenaikan pasar crypto semakin menggiurkan termasuk bagi penulis. Namun nyatanya pasar crypto juga sama seperti pasar pada umumnya, yang tak lepas dari jurang.
Pada semester II 2022, banyak sekali berita buruk yang berputar di sekitar crypto. Berita yang beredar sebagai berikut.
1.Tesla jual Bitcoin hingga Rp14 triliun
2.Perusahaan penerbit (Voyager dan Celcius) bangkrut
3.Bursa kripto Zipmex larang penarikan dana nasabah
Kebangkrutan dan larangan penarikan di atas merupakan dampak akibat kejatuhan harga crypto. Penulis tidak tau seberapa parah penurunan pasar crypto, namun bisa membayangkan dari kenaikan harga satu aset di satu hari yang bisa menyentuh ratusan dan ribuan persen dengan margin tertentu.
Saat penulis berbincang dengan teman sesama investor/trader, rata-rata mengatakan uang mereka sekarang hampir break even point (BEP) atau balik modal. Pernyataan itu bisa penulis pahami karena kita memiliki grup khusus investor/trader dari satu departemen jurusan kuliah dengan pergerakan informasi yang cepat.
Meskipun begitu, tetap ada yang cukup terpukul karena kejatuhan harga crypto. Lalu apakah crypto tetap layak untuk dikoleksi? Setelah perbincangan dengan berbagai argumen dipilih jawabannya adalah Ya dan Tidak layak dikoleksi. Mengapa demikian?
Jawaban ya, karena pasar crypto mulai stabil dengan catatan tambah muatan dengan persentase kecil. Jawaban tidak, karena untuk bermain aman di kondisi global tidak pasti.
Corona, perang, inflasi, resesi, penyakit mulut dan kuku hewan ternak, dan cacar monyet termasuk berita yang merusak pasar secara makro dan dampaknya ke mikro. Setelah cacar monyet, kita tidak tau apa yang akan terjadi.
Sebagai referensi, ada satu alasan logis yang membuat penulis meninggalkan crypto sejak tahun 2019, yaitu karena tidak adanya bentuk perusahaan/produk nyata. Sederhananya, investor mengoleksi saham Telkom karena mengetahui produknya, IndiHome secara nyata.
Crypto memiliki underlying asset yang berbeda dengan saham. Underlying asset crypto berbentuk blockchain, roadmap project yang dikerjakan, dan lainnya. Bentuk underlying asset ini yang belum/sulit penulis anggap nyata.