Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Belati di Mata Perempuan Itu

Diperbarui: 14 Oktober 2021   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mata perempuan, sumber: Pixabay

Tidak ada mata yang tidak memandang gadis bertubuh sintal itu, ketika ia berjalan penuh percaya diri, berdiri dan melemparkan pandang ke depan, lantas memberi sedikit senyum seperti hendak menyapa banyak orang. Ia begitu yakin akan setiap penampilannya. Ia sungguh bergairah ketika semua mata di sekeliling tidak berhenti terpukau, menyaksikan kemolekan dan keindahan tubuhnya.

Orang-orang akan selalu datang berduyun-duyun, dengan sengaja menyediakan waktu mereka, menghabiskan menit demi menit, bahkan berjam-jam, menyiapkan kamera dan membuka mata lebar-lebar pada sebuah acara, lantas mengisi kursi-kursi kosong yang selalu saja ditambah oleh petugas dengan kursi cadangan, setelah tahu nama gadis itu muncul, terpampang, dan terdengar dari selebaran dan iklan yang bertebaran.

Siapalah perempuan yang tiada bersyukur melihat keadaan tubuhnya begitu hampir sempurna, bagaikan tiada perempuan yang tidak pernah mendamba untuk menjadi sepertinya. 

Jika dilihat dari ujung rambut sampai batas kuku kaki, selalu saja pesona gadis berumur dua puluh tahun itu berhasil memikat tidak hanya mata para perempuan yang iri padanya, tetapi sudah barang tentu, kaum lelaki baik muda maupun yang sebentar lagi bau tanah, selalu bisa merasakan betapa nafsu itu selalu menyala ketika menyaksikan salah satu wanita tercantik -- barangkali ia paling cantik -- sedang melenggak-lenggokkan kakinya yang lurus dan jenjang, dengan busana yang terus cocok ia kenakan bagaimana pun bentuknya.

Di kota itu, tidaklah ada lelaki yang tidak tahu siapa sosok gadis itu. Setiap ia sedang bertugas waktu malam, memeragakan busana dalam ajang yang tentu tidak pernah sepi -- karena ada dia, para lelaki sudah antre berdiri di depan satu-satunya gedung hiburan di tengah kota, berdesak-desakan sekadar berupaya untuk membeli tiket, memuaskan keinginan mata mereka, melihat keelokan sang gadis pujaan.

Terkadang gadis itu merasa jijik melihat mata-mata yang memandangnya. Boleh jujur, di samping perasaan yang bahagia karena dianggap oleh mata-mata itu sebagai sebuah permata yang cantik parasnya dan mengilat sinarnya, masih saja ada mata genit para lelaki jalang yang ingin menggoda, tidak lain dan tidak bukan untuk menikmati tubuhnya. 

Beberapa lelaki itu ada yang tertangkap meneteskan air liur. Sungguh menjijikkan! Ketika gadis itu berjalan di atas panggung, sengaja ia alihkan pandang ke mata-mata lain, yang masih bisa menghargainya sebagai seorang perempuan yang sedang bekerja untuk menyambung hidup.

Masa mudanya begitu cemerlang. Berkat keindahan tubuh yang terbilang pantas dan sangat pantas, bahkan memikat untuk ukuran seorang peraga busana, para perancang busana terus saja mempekerjakannya.

Gadis itu selalu berhasil membuat busana yang dikenakannya sebagai sebuah penemuan baru yang layak dinanti-nanti untuk dipakai banyak orang, mendesak para wanita menjadi tidak tahan menghabiskan uang dari dompet, setelah tersihir olehnya.

Ya, busana yang baru dikreasikan dan diperagakan pada malam itu, dalam sekejap harus disediakan dalam jumlah banyak, setelah mengetahui permintaan yang meningkat drastis keesokan harinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline