Seorang lelaki sedang asyik makan dalam kamar. Matanya melihat ikan-ikannya juga sedang makan. Sepiring gado-gado pedas sungguh enak disantapnya.
Tiba-tiba, ia berhenti mengunyah. Sekelebat binatang cokelat melintas cepat. Nafsu makan lelaki itu hilang. "Ah, bikin kerjaan saja!" keluhnya dalam hati.
Tiga hari belakangan ini saya disibukkan dengan pekerjaan yang membuat saya terlihat bodoh. Adalah seekor binatang yang terkenal gesit berlari. Binatang itu menjijikkan, karena sering datang dari comberan. Bila tidak, berdiam di tempat kumuh seperti loteng yang jarang disentuh.
Binatang itu juga bisa menjadi pembawa penyakit, yaitu pes. Apa lagi kalau bukan tikus. Versi kecilnya, curut. Entah, di tempat Anda namanya apa.
Meskipun kamar saya sapu dan pel setiap pagi dan kadang-kadang dua kali saat sore, tetap saja terasa menjijikkan selama ada tikus. Saya mengejarnya. Saya lekas ambil sapu. Pintu dan jendela saya buka dengan maksud tikus keluar kamar.
Ia suka bersembunyi di sela-sela barang. Hasil pengejaran membuktikan ia ada di bawah sela kulkas, dalam ember yang setengah tertutup, dan lemari pakaian yang sedikit terbuka. Sial! Barang-barang saya dijejakkan kaki olehnya.
Karena saya emosi sehingga kurang mampu berpikir jernih, saya lakukanlah itu pengejaran dengan tongkat dan sapu. Badan saya berkeringat. Tenaga mulai lelah. Tikus tidak kunjung tertangkap.
Di hari ketiga...
Tentu, saya capek. Pekerjaan kantor menumpuk diselesaikan. Tidak mungkin pula energi saya kerahkan semua sekadar menangkap tikus. Saya memilih tenang sebentar.
Tikus ini harus diberantas. Jika tidak, kabel-kabel akuarium saya bisa rusak digigitnya. Sabun di kamar mandi bisa habis dimakannya. Pakaian dan celana dalam lemari menjadi bau karena tahinya.