Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Sebaiknya Kita Berhenti Membandingkan Keadaan Antarmasa

Diperbarui: 29 Juni 2021   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi membandingkan keadaan antarmasa, sumber: popbela.com

Sepasang suami istri berjalan melintas di sebidang tanah yang telah terbangun sebuah hotel megah. Lokasinya dekat sekali dengan rumah mereka. Dahulu, sang istri tertarik untuk membeli tanah itu.
"Iya, kan, Pa, apa Mama bilang? Coba kalau dulu kita beli tanah itu. Harganya masih murah. Sekarang per meter persegi melonjak seribu kali lipat! Papa sih gak mau dengarin Mama!" kata istri sambil sedikit menyesal.
"Sudahlah, Ma. Apa yang sudah terjadi dahulu, tidak usah dibandingkan dengan sekarang. Dahulu, kita pun tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang. Siapa yang mengira investor itu akan membeli tanah dengan harga semahal itu?" jawab sang suami sembari berusaha menghibur diri.

Adakah Anda seperti itu suatu saat? Berbicara dengan orang tentang perbandingan keadaan antarmasa? Mengingat-ingat seandainya dahulu dilakukan, maka sekarang untung banyak?

Atau, kecewa karena sekarang tidak melakukan, dengan tahu bahwa keadaan dahulu lebih mudah terjangkau dan kita sangat berkuasa melakukannya. Ya, sekali waktu tidak bisa dimungkiri, kita pernah membanding-bandingkan keadaan antarmasa.

Kebiasaan orang tidak suka dengan keburukan

Untuk penjelasan selanjutnya, saya akan pakai ilustrasi sederhana. 

Sepuluh tahun lalu (baca: masa lalu), seorang lelaki bujang masih tinggal sendiri di indekos. Sekarang, ia telah menikah dengan seorang wanita pujaan hatinya dan memiliki dua orang anak.

Apakah Anda setuju bila saya berpendapat bahwa sebagian besar kita lebih mudah mengingat keburukan daripada kebaikan? Bahkan ada peribahasa: karena nila setitik rusak susu sebelanga.

Panas setahun dihapus hujan sehari. Kebaikan yang begitu limpah sepanjang hidup dilupakan oleh sebab satu keburukan yang terjadi, entah sengaja atau tidak.

Lelaki itu jengkel. Ternyata, setelah menikah, wanita yang begitu sayang dan perhatian padanya semasa pacaran, berubah total menjadi pencemburu dan suka ngomel.

Ia tidak tenang hidupnya selama di rumah. Segala perbuatannya dicurigai, bak tersangka. Ia berpikir, "Ah, lebih enak ternyata waktu saya jadi lajang dahulu. Tidak ada yang komentar. Saya lebih bebas."

Ia mulai membandingkan keadaannya setelah menikah dengan sewaktu bujang. Keburukan masa kini dibandingkan dengan kebaikan masa lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline