Jalan itu masih sepi. Seorang pemuda duduk termangu di depan tambal ban. Jari-jari tangannya menghitam terkena oli. Ia melirik ke kanan dan kiri. Seorang ibu tua lewat sambil bersepeda.
Krrrkkk!!! Terdengar suara sesuatu tersangkut. Pemuda itu lekas mendekati si ibu. Ibu itu berhenti sambil merapikan dasternya. Ujung dasternya terlilit pada jari-jari roda. Roda tidak bisa berputar.
Perlahan pemuda itu memundurkan sepeda. Ujung daster ia tarik dan lepas dari sangkutan. Ibu itu tersenyum. "Terima kasih ya, Nak," katanya. "Dengan senang hati, Bu," jawab pemuda itu juga dengan senyuman.
Sore ini saya sedang asyik membaca kembali tulisan-tulisan lama saat awal bergabung dengan Kompasiana. Saya lihat lagi jumlah pembaca tiap-tiapnya. Mata saya terhenti sejenak pada satu artikel -- hanya berupa renungan singkat -- dengan jumlah pembaca lumayan banyak.
Artikel itu berjudul "Makna yang Terkandung dalam Ungkapan "Dengan Senang Hati"". Ditulis 1 Juli 2020, sepanjang dua halaman, dan meraup pembaca sejumlah 3.638 orang.
Saya begitu senang. Tidak pula menyangka. Inti tulisan adalah ada tiga makna dari ungkapan "dengan senang hati", meliputi: tidak ada keterpaksaan, tidak ada keluhan, dan tidak mengharapkan pamrih.
Kali ini saya akan membahas makna sebuah ucapan yang memicu seseorang berujar "dengan senang hati". Ya, biasanya ujaran itu disampaikan seusai lawan bicara mengucapkan "terima kasih".
Kapan Anda menyampaikan ucapan terima kasih?
Suatu kali ibu saya heran melihat saya mengucapkan terima kasih kepada tukang mi ayam selepas kami makan. Menurut beliau, tidak perlu saya berucap terima kasih, karena mi ayam itu tidak gratis. Ada uang yang harus dibayarkan.
Olehnya, terima kasih dipandang sebagai ucapan yang layak diberikan kepada bantuan yang tidak mendapat imbalan. Saya berbeda pandangan.