Malam mulai larut. Saat tepat bagi seorang lelaki untuk menulis. Biasanya, sedetik ia membuka laptop, langsung ada tulisan terselesaikan. Kala itu, ia hanya bengong.
Pikirannya tiba-tiba buntu. Ia bingung, hendak menulis apa. Ia tahu, sebaiknya sehari satu tulisan, agar kemampuannya tetap terasah. Ia membuka ponsel dan membaca-baca percakapan dalam sebuah grup WA. Sebuah inspirasi didapatkannya.
Saya tidak perlu bercerita tentang manfaat menulis pada para penulis. Jika orang terus menulis, tentu ia tidak mau rugi, karena telah berpikir keras dan mengolah rasa.
Saya juga tidak hendak membahas bagaimana cara menulis yang menarik minat pembaca, karena tulisan saya jarang mendapat pembaca sampai ribuan pasang mata.
Ini hanya satu cerita, tentang apa yang saya rasakan, dapatkan, dan alami sepanjang mempertahankan konsistensi menulis. Setiap orang berbeda-beda dalam memperlakukan dirinya sebagai seorang penulis.
Ada yang memang pekerjaan utama. Ada yang hobi. Ada yang karena cinta Bahasa Indonesia -- ini saya. Di Kompasiana, banyak. Tiap-tiap penulis punya kekuatan masing-masing dalam setiap tulisannya.
Lazimnya, mereka berkunjung antarakun penulis, saling memberi komentar dan nilai, dengan maksud beragam. Saya sendiri pada intinya ingin memperoleh sesuatu seusai membaca tulisan orang.
Nilai bagi saya adalah bentuk ucapan terima kasih karena penulis telah meluaskan dan memandaikan wawasan saya. Ada hal baru didapat. Ada pengetahuan berharga diperoleh. Ada gaya menulis yang boleh ditiru.
Berlanjut ke grup
Saking sering berkunjung, beberapa Kompasianer ada yang mulai kenal dekat dan begitu cair saat bertegur sapa. Mereka merasa ada kesamaan hobi. Satu di antaranya berinisiatif melanjutkan silaturahmi dalam sebuah grup. Yang lain sepakat mengikuti.