Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Ketika Hantu Sudah Tidak Ada Harganya Lagi

Diperbarui: 11 Mei 2021   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mentertawakan hantu, sumber: istimewa

Seusai penat bekerja, salah satu cara mengembalikan energi dan menghilangkan stres adalah dengan berselancar di media sosial. Saya lebih aktif di Instagram daripada Facebook. Untuk tontonan berdurasi panjang, memilih Youtube.

Tentu, agar tidak tambah jenuh, tontonan yang dipilih yang ringan-ringan saja. Mampu membuat tersenyum. Ada gelak tawa. Bisa dinikmati santai. Hati menjadi senang.

Apakah itu? Lelucon atau humor. Banyak akun Instagram yang khusus menyajikan ini. Sebagian punya pengikut banyak. Jumlah suka dan komentar atas sebuah konten sering kali berjibun. Saya yakin, satu dua Anda yang aktif bermedia sosial, mengikutinya. Saya tidak perlu sebut di sini, nanti dikira menganjurkan untuk ikuti lagi. Hehehe...

Secara pribadi, saya berterima kasih sekali dengan akun-akun itu. Konsisten melipur. Ajek membahas hal ringan. Memeriahkan dunia media sosial dengan hiburan. 

Banyak objek humor berbentuk video atau gambar, mereka tampilkan. Salah satunya hantu. Hantu pun tidak lepas dijadikan bahan tertawaan. Dari kuntilanak, pocong, genderuwo, kuyang, dan lainnya, semua berperan sebagai materi candaan.

Awalnya saya kaget. Tetapi, kian ke sini, kian terbiasa. Bahkan saya menikmatinya. Dari perilaku penyebaran hantu sebagai sarana melucu dan menilik kegiatan balas membalas komentar seputar itu, saya pun dapat menyimpulkan kondisi terkini tentang sebagian warganet dan manfaat yang boleh dipetik.

Kehilangan rasa takut

Ada yang komentarnya sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Seperti biasa melihat hantu. Komentar itu malah mengindikasikan bahwa hantu yang sedang ditayangkan aneh, tidak terasa layaknya hantu yang dia ketahui dan pernah lihat.

Rasa takut sudah hilang. Mungkin karena faktor keseringan, sehingga bosan, dan akhirnya berpikir untuk apa takut terus melihat hantu. Maka, keberaniannyalah yang lebih mendominasi.

Kekurangan bahan tertawaan

Apakah tidak ada bahan lain yang bisa diolah menjadi lelucon? Memang, jika manusia, bagi sebagian warganet, ada yang terlalu serius dan bawa perasaan, sehingga merasa tidak pantas ditertawakan. Menjaga perasaan orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline