Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Kenangan Lebaran Saya, Seorang Nasrani

Diperbarui: 11 Mei 2021   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi memaafkan ketika Lebaran, sumber: republika.co.id

Media sosial terutama Facebook akhir-akhir ini membuat saya sedih. Menjelang berakhirnya bulan puasa dan menyambut datangnya Lebaran sebentar lagi, ia mengagihkan foto-foto masa lampau. Begitu berhasil membuat saya berhenti sejenak dari aktivitas dan tersenyum sendiri mengingat kenangan-kenangan itu.

Lebaran tahun ini sama dengan tahun lalu, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Corona masih membayangi, bahkan tekanannya belum reda, tetapi sebagian orang seperti menganggap sudah tidak ada.

Meskipun Lebaran adalah hari besar teman Muslim, saya sebagai seorang Nasrani ikut merasakannya. Momen di mana semua saling bertemu, meminta maaf atas perbuatan yang melukai hati, lalu bercanda tawa dengan lepas tanpa mengingat salah. Masing-masing mulai dari nol lagi. Demikian kata iklan dahulu.

Waktu berliburnya pun panjang. Minimal hampir seminggu, terdiri dari hari Lebaran itu sendiri, diapit cuti bersama barang dua tiga hari, dan libur kerja seperti Sabtu Minggu. Saya, jika tidak karena Corona, pasti pulang kampung. Kisah unik perjalanan saya menggunakan bus dari ibu kota ke kampung, Kabupaten Jepara, dapat dibaca di tautan berikut.

Misteri Perjalanan Antarkota Terasa Lama dan Melelahkan

Selama di kampung, banyak aktivitas saya jalani. Begitu hangat persaudaraan terjalin. Begitu erat hubungan terjaga. Begitu asyik dalam berbagi indahnya cerita. Itulah yang Facebook ulas kembali lewat ingatan saya.

Buka bersama

Satu dua hari mendekati Lebaran, salah satu teman di kampung pasti merelakan dirinya menjadi panitia buka bersama. Undangan secara daring disebarluaskan. Semua alumni SMA diundang. Agar pelaksanaan lancar, tiap-tiap alumnus diminta iuran. Bagi yang tidak sempat bayar, bisa melunasi di hari H. Kehadiran tentu lebih utama.

Biasanya, kami berkumpul di sebuah restoran. Yang pulang kampung mengusahakan datang. Masing-masing membawa keluarganya. Sebagian harus kuat mental. 

Ada yang sudah berkeluarga menggoda yang masih jomlo, "Kapan kamu kawin?" Yang sudah punya anak menggoda suami istri yang masih berdua saja, "Kapan punya anak, nanti keburu tua lho." 

Yang sudah memiliki anak banyak menggoda yang baru memiliki anak satu, "Kapan tambah adik?" Begitulah, cengkerama penuh kelakar yang menghiasi selama acara. Sungguh dirindukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline