Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Diskursus atas Cerpen Menghibur

Diperbarui: 11 April 2021   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: cgtrainingnetwork.com

Seorang Kompasianer pernah meminta saya untuk membahas ini dalam sebuah artikel. Jujur, sejauh saya menulis dan membahas cerpen, ini salah satu materi terberat yang saya ulas.

Berdasarkan KBBI, menghibur berarti menyenangkan dan menyejukkan hati yang susah; melipur. Hal ini mengindikasikan, setelah membaca cerpen menghibur, kita beranjak dari perasaan duka ke suka. Biar lebih jelas, betul-betul menghibur dengan bukti kita tertawa terbahak-bahak.

Pada kenyataan, dari sekian banyak cerpen para pengarang besar yang pernah saya pelajari, betapa sulit menemukan cerpen menghibur. Rata-rata mereka menceritakan kepahitan dan kegetiran hidup, kerumitan cinta para insan, problematik antarkeluarga, keluhan-keluhan yang tidak bisa terucapkan, dan seterusnya, yang semua membuat kita belajar dan semakin bijaksana menyikapi masalah. Bukan tertawa.

Di samping relativitas tolok ukur menghibur yang berbeda-beda antarorang -- bisa jadi satu tertawa satu tidak, ada beberapa hal yang saya kira menjadi penyebab cerpenis sulit menulis cerpen menghibur.

Cerpen melekat dengan pesan moral

Ada cerpen, harus ada pesan moral. Jangan sampai sia-sia pembaca meluangkan waktu membaca. Pesan ini mengarahkan dan mencerahkan pembaca ke jalan yang benar, membentuk moral yang baik, sekaligus memberikan alternatif solusi semisal masalah dalam kehidupan nyata sama dengan kisah cerpen.

Dan takada pesan moral yang bercanda. Rata-rata serius, karena hasil pemikiran bijaksana dari cerpenis. Selain itu, racikan dari pengalaman hidupnya.

Pikiran sudah dewasa

Pernahkah kita sadar, anak kecil betapa mudah tertawa dan bercanda, tanpa ada rasa sakit hati? Mereka saling mengejek nama, menggunakan nama orangtua sebagai bahan kelakar, dan terkadang menjahili, tetap mereka tertawa.

Sementara orang dewasa? Hahaha... Tidak saatnya lagi tertawa. Orang dewasa sudah berpikir baik buruk, benar salah, dan mempertimbangkan itu semua agar sebisa mungkin tidak melukai hati sesama.

Mencegah pembaca meniru

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline