Seorang lelaki berumur hampir enam puluh tahun berjalan mondar-mandir di depan pintu sebuah ruangan yang sudah penuh sesak dengan orang-orang dan beberapa menit lagi akan menentukan masa depannya.
Wajahnya begitu gelisah. Berkali-kali dia mengelap keringat, yang terus berleleran hingga membasahi kemeja putihnya dan menempel lekat pada kulitnya, membuat badannya yang berbulu hitam begitu banyak menerawang jelas.
Dari mulutnya keluar ucapan-ucapan samar terdengar. Detak jantungnya berdegup begitu kencang. Ada rasa penasaran meluap-luap memenuhi dadanya, bercampur dengan setumpuk ketakutan seusai melihat sesosok perempuan yang umurnya tidak kalah tua dibandingnya, datang begitu saja dengan langkah tenang dan berbadan tegap, mendekatinya. Suara ketukan hak sepatu perempuan itu yang menyentuh lantai dan terdengar begitu nyaring membuat napasnya menjadi tidak beraturan.
Mengapa dia bisa datang ke sini? Mengapa dia masih hidup? Bukankah seharusnya saya sendiri yang masuk ke dalam? Lelaki itu berbicara sesuatu dengan seorang pemuda di sebelahnya.
Sebentar lagi, pengumuman direktur utama perusahaan tambang minyak ternama di kota itu dilangsungkan. Bejibun anggota serikat pekerja telah berkumpul. Dewan komisaris sudah duduk rapi di sebuah meja panjang di atas mimbar. Kerlap-kerlip lampu blitz berkilauan begitu sering, membuat suasana yang sudah panas dengan begitu banyak orang dalam ruangan itu menjadi semakin panas.
Di zaman yang semua dituntut serba transparan ini, sudah menjadi kebiasaan perusahaan itu, nama direktur utama baru yang direkrut dari penawaran terbuka untuk semua orang--baik pihak internal maupun eksternal perusahaan--akan diumumkan di depan para pekerja dan para wartawan.
Posisi direktur itu sungguh menjadi incaran banyak orang. Selain karena menjadi orang terpandang, dengan duduk sebagai direktur itu, konon bisa kaya mendadak karena begitu banyak proyek pertambangan di bawah kewenangannya bisa memberi banyak sekali bayaran sampingan.
Ketika orang-orang tahu lelaki yang punya dua anak dan pernah menikah dua kali dan dua-duanya bercerai itu mengajukan diri untuk mendapatkan posisi itu, banyak calon yang sudah menyampaikan berkas-berkas pendaftaran, dengan cepat mengambil kembali berkasnya dan seketika mengundurkan diri.
Lelaki itu memang sudah terkenal cerdik dan begitu licik. Seantero kota sudah tahu, lelaki itu punya dua tangan, tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanannya bertugas menjalankan pekerjaannya sebaik-baiknya, menjaga citra namanya sebersih-bersihnya, dan mengamankan keberadaannya ke mana pun ia pergi. Di mana lelaki itu berada, tangan kanannya selalu ada mendampingi.
"Segera hubungi redaktur koran itu. Cepat! Suruh mereka tuliskan!" kata lelaki itu pada tangan kanannya pada suatu malam. Tanpa menjawab, tangan kanannya lekas pergi.
Posisinya sejauh ini sebagai direktur keuangan perusahaan itu tidak lepas dari jerih payah tangan kanannya merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat terkait pengelolaan keuangan perusahaan.