Pernah tidak kita merasa diri lebih baik dari orang lain? Hayo jujur, hehehe.... Aku pernah. Merasa bersekolah lebih tinggi dari yang lain, sehingga menyimpulkan diriku lebih terdidik. Kelebihan ini sedikit banyak membuatku meremehkan orang lain, menjadi angkuh.
Ah, dia kan tak sekolah, apa bisa jadi orang sukses.
Perkataan di atas salah satu bentuk meremehkan. Berdasar pada pemikiran bahwa pendidikan adalah modal kesuksesan. Padahal, banyak orang tidak terdidik ditemukan lebih kaya dari kita, karena keuletan berusaha (catatan: bila kaya dijadikan salah satu standar sukses).
Mungkin perkataan di atas hanya tersirat dalam hati dan belum terucapkan. Syukur-syukur tidak. Tetapi, keduanya sama, telah membuka pintu keangkuhan, menyombongkan diri lebih, lebih, dan lebih dari orang lain. Tentu, ini berbahaya dan wajib diwaspadai. Jangan dilanjutkan dibuahi dan sebisa mungkin dikurangi.
Angkuh awal dari kejatuhan
"Hoogmoed komt voor de val (kesombongan berarti kejatuhan sudah dekat)"
Aku ingat betul Prof Sahetapy pernah mengatakan ini di acara diskusi salah satu televisi swasta. Beliau mengingatkan peserta yang hadir, untuk tidak sombong atas segala yang dicapainya.
Aku sepenuhnya sependapat. Banyak orang yang sedang nyaman di masa kejayaannya, jatuh karena kesombongan. Semua agama pun sepertinya sepakat mengajarkan agar menjauhkan diri dari kesombongan. Efek lainnya, orang di sekitar menilai negatif atas diri kita. Tutur kata bernada angkuh, sampai kapanpun tak enak didengar.
Ilmu padi
"As for me, all I know that I know nothing. Aku tahu bahwa aku tidak tahu apa-apa."
Pernyataan Socrates ini bisa menjadi rem bila "merasa lebih baik" datang. Seorang filsuf yang pemikirannya banyak dipakai orang, merasa tidak lebih baik dari orang lain, bahkan mengakui dirinya tidak tahu apa-apa. Rendah hati tecermin di sini. Ibarat ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk.