Seorang preman berdiri tegak bertolak pinggang di pinggir jalan. Kedua tangannya yang besar penuh dengan Tato. Dia sengaja memakai rompi agar kedua tangannya yang besar dan bertato bisa di lihat oleh semua orang.
Dengan kacamata hitam dia memperhatikan setiap gerakan. Kumis dan jenggot tumbuh tidak teratur melingkari mulutnya yang selalu terbuka. Bibir tebal dan kering menunjukkan orang itu tidak suka perdamaian.Rambutnya gondrong hampir sebahu, sengaja di buat acak-acakan untuk menambah sangar penampilannya.
Kedua telinganya di penuhi dengan besi-besi yang menancap, selain anting-antingnya. Gelang Akar Bahar hitam besar melintang di pergelangan tangan kanannya. Ikat pinggang lebar dari kulit Buaya, melilit di perutnya dengan Gasper tengkorak, seakan memberitahukan bahwa preman itu sudah berkali-kali membunuh orang.
Rompi dan celana terbuat dari Jean yang sudah kusut, dan penuh dengan lobang-lobang dan robek-robek, menunjukkan baru selesai bergulat dengan Singa, dan dia pemenangnya.
Setiap orang yang jalan melewatinya pasti akan merasa takut. Dan segera menundukkan kepala khawatir menyinggung perasaan si preman itu. Tak ada yang berani mencoba memandang langsung kepada preman sangar itu, apalagi menyapa.
Jalan yang biasanya ramai di lalui orang lewat, siang ini jadi sepi karena preman itu. Pejalan kaki mengambil rute jalan lain menghindar melewati preman itu. Untuk mencari keselamatan.
Tiba-tiba seseorang datang mendekati preman itu sambil membawa tongkat. Lalu tongkat itu di berikan kepada preman itu, kemudian menuntunnya pergi dari tempat itu. Ternyata preman itu Tunanetra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H