Lihat ke Halaman Asli

Honing Alvianto Bana

Hidup adalah kesunyian masing-masing

Tak Ada Simbol, Tak Ada Cinta

Diperbarui: 11 Oktober 2020   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok: Fheby Nenohaikasse

Adakah yang lebih romantik dari berbicara tentang cinta? Lantas, apa itu cinta? Apakah kebenaran lebih romantik daripada cinta? Itu adalah beberapa pertanyaan khas para filsuf zaman dahulu, yang terus berulang sampai saat ini.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebetulnya menunjukkan adanya usaha dari manusia untuk memahami diri dan dunia di luar dirinya. Tak heran, cinta menjadi tema abadi dalam peradaban manusia. Cinta lalu menjadi inspirasi bagi lahirnya beragam puisi, buku, lagu, maupun film.

Kita semua tentu pernah merasakan jatuh cinta. Saat cinta hadir, hati serasa berbunga, hari pun seakan lebih cerah. Namun, tak jarang cinta justru berakhir pada duka. Hati yang berbunga tiba-tiba layu diganti rasa kecewa. Sebagian orang lalu melanjutkan hidup tanpa harapan. Tak sedikit, yang akhirnya memilih kematian sebagai solusi. Tapi apa itu cinta sehingga begitu penting?

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menyadari bahwa manusia adalah makluk simbolik. Artinya, segala hal yang dilakukan manusia selalu berkenaan dengan simbol-simbol yang mengitarinya.

Manusia pada awalnya terlahir sebagai daging, tapi setelah itu, ia tumbuh dalam suatu tatanan simbolik. Tatanan simbolik itu mendaptkan salurannya lewat kebudayaan.

Bahasa itu adalah simbol. Lewat bahasa kita bisa berkomunikasi dan saling memahami. Di balik simbol selalu ada makna. Tapi makna itu abstrak. Ia tak konkret. Maka ia membutuhkan penjelasan atau simbol lain yang konkret.

Cinta pun demikian. Ia adalah sesuatu yang abstrak. Tak heran sebagian orang memang bisa merasakan cinta, tapi saat ditanya soal apa itu cinta, mereka kesulitan untuk mendefinisikannya.

Cinta adalah konsep yang abstrak. Oleh sebab itu, ia membutuhkan sesuatu yang konkret. Misalnya, memberi bunga, memberi perhatian, memberi ciuman, dan lain sebagainya.  

Sebagian orang beranggapan bahwa cinta adalah sesuatu yang sakral, suci, dan tak bisa dijelaskan. Apakah memang seperti itu? Menurut saya, tidak. Cinta adalah soal rasional. Orang membutuhkan alasan untuk mencintai seseorang. Baik itu Martinus, Paul, Ahmad, Luna, Mince, Maria, dan sebagainya.

Cinta tak tumbuh dari ruang kosong. Ia hadir karena ada sesuatu. Oleh karena itu, menurut saya, cinta adalah sensasi yang kita dapatkan di balik simbol-simbol yang mengitari seseorang. Simbol-simbol itu bisa uang, mobil, kegantengan, kecantikan, pekerjaan, popularitas, gelar, harta, hobi, keseksian, kecerdasan, dan lain sebagainya.

Di balik simbol-simbol itulah sensasi selalu hadir untuk menopang hasrat untuk mencintai. Contoh, Maria jatuh cinta kepada Marten karena pekerjaannya sebagai polisi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline