Lihat ke Halaman Asli

Honing Alvianto Bana

Hidup adalah kesunyian masing-masing

Belajar Bercermin dari Suku Boti di Kabupaten TTS

Diperbarui: 28 September 2018   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raja Boti bersama beberapa masyarakat Boti dalam. (ulinulin.com)

Suku Boti adalah salah satu suku tertua di Nusa Tenggara Timur dan merupakan keturunan dari suku asli pulau Timor, Atoni Meto.  Masyarakat suku Boti adalah penganut aliran kepercayaan yang biasa dikenal dengan sebutan Halaika. Mereka percaya kepada dua penguasa alam, yaitu Uis Pah (dewa bumi) dan Uis Neno (dewa langit). Masyrakat suku boti juga terbagi menjadi dua kubuh yaitu suku boti dalam dan suku boti luar. 

Mungkin sebagian orang dari kita masih berpikir bahwa mereka yang masih mempertahankan tradisi, adat atau kepercayaan seperti  disuku Boti ini adalah orang-orang primitif, padahal nilai-nilai yg diusung oleh mereka justru lebih beradap dari kita-kita yang sering kali  menganggap diri sudah berpikiran maju. Ini beberapa hal yang perlu kita pelajari dari suku Boti di kabupaten Timor Tengah Selatan.

1. Memaafkan dan membantu pencuri.

Di suku Boti, jika ada yang kedapatan mencuri maka mereka tidak cepat-cepat menghakimi. Mereka justru menahan diri, memaafkan dan membantu si pencuri tersebut. Sering kali apa yang sudah dicuri itu di iklaskan begitu saja lalu mereka akan bekerja untuk membantu si pencuri tersebut. Contohnya: saat ada orang yang kedapatan  mencuri buah kelapa atau pisang. Mereka tidak langsung menghakimi. Mereka justru akan menanam pohon kelapa dan pisang buat si pencuri tersebut.

2. Disaat semua orang merasa terkesima soal hebatnya pemimpin yg dekat dengan rakyatnya. Raja-raja dari suku Botti justru sudah menerapkannya. Mereka tidak pernah berdiri sambil menunjuk jari saja, tapi mereka juga ikut bekerja bersama masyaratnya dilapangan.

3. Disaat kita-kita yang beragama masih berbicara soal penting toleransi antar umat beragama. Aliran kepercayaan Halaika di suku Boti justru sudah lebih dulu melakukannya. 

Mereka tidak sebatas menghormati perbedaan saja, tapi juga mempersilahkan agama-agama lain untuk membangun gereja dan sekolah di wilayah mereka tanpa pernah takut kehilangan pengikut dari aliran kepercayaan yang mereka anut. Bahkan Bapa raja ikut bekerja meratakan tanah dan memikul batu untuk membangun gereja dan sekolah tanpa pernah menaruh curiga sedikitpun.

4. Disaat pemerintah dan tokoh agama belum berbicara tentang pentingnya menjaga lingkungan, aliran kepercayaan seperti boti justru sudah terbiasa bersaudara dgn alam. Saat mereka menebang satu pohon, mereka  akan menggantinya dengan menanam 5 sampai 10 pohon. 

5. Disaat kita belum mengenal hitungan matematika seperti sekarang ini. Nenek moyang kita sdh punya cara berhitung sendiri. Mereka menghitung hasil panen mereka dgn simbol satu kuda, dua kuda dan lain-lain. Bahkan dibalik anyaman tikar, nyiru dan sarung tenun pun ada hitungan atau semacam rumus tersendiri. (Semoga ke depan ada yg ingin meneliti matematika lokal orang Botti/Timor ini)

6. Disaat kebanyakan masyrakat sering kali dimanjakan dengan bantuan-bantuan dari pemerintah. Orang boti justru menolaknya. Mereka sering kali berkata:"ah itu cuma bantuan dari pemerintah, kalau kita terima kita pasti akan malas dan tidak mandiri".

7. Disaat anak-anak kota berbikir bahwa budaya itu hanya sebatas pertunjukan seni. Orang Boti malah tertawa karna budaya itu bagi mereka bukan sebatas soal seni pertunjukan, tapi yang lebih penting adalah nilai-nilai yg melekat dan terkandum di dalamnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline