Di zaman sekarang, teknologi pertanian sudah mengalami kemajuan yang cukup besar. Di negara – negara besar seperti Amerika Serikat teknologi pertanian sudah menggunakan mesin – mesin canggih yang sangat membantu membantu manusia dalam melakukan budidaya tanaman. Berkaca pada zaman dahulu bahwa sistem pertanian berkembang secara perlahan dan menjadi perintis awal sehingga sistem pertanian dapat lebih maju pada saat ini. Banyak bangsa dan negara yang sudah berjasa dalam perkembangan sistem pertanian.
Mesapotamia dan sekitarnya mendorong perkembangan pertanian lebih kompleks dengan menciptakan sebuah sistem irigasi dan teras – teras yang membuat pertanian menjadi lebih ideal. Kemudian terdapat Mesir dengan mengembangkan sistem drainase dan alat bajak kuno menggunakan tenaga manusa serta penciptaan alat panen yaitu arit. Sistem ini membuat pertanian menjadi lebih efisien dan cepat secara budidaya dan panen. Belajar dari Mesir, penduduk Yunani juga mengambil bagian dari pengembangkan sistem pertanian di dunia. Penduduk Yunani mempelajari mengenai geografi tumbuhan, morfologi, kehutanan, bau dan rasa sehingga pembiakan tanaman secara generatif dan vegetatif.
Bangsa Romawi mengembangkan ilmu tentang penyambungan, penggunaan pupuk kandang, pengembalian kesuburan tanah, penyimpanan buah – buahan dan sistem rumah kaya. Bangsa – bangsa di Eropa berkontribusi dalam penemuan tanaman pangan baru seperti kentang, jagung, kacang tanah, labu, ubi jalar dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan bangsa Eropa dapat memanfaatkan kuda dan mengembangkan sistem kendali kuda yang lebih efisien sehingga mereka dapat melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan menemukan tanaman baru tersebut. Dan terakhir terdapat Amerika Serikat dimana sejarah teknologi pertanian dimulai dengan sistem mekanisasi. Penemuan alat panen dan revolusi tenaga hewan menjadi tenaga yang membuat kemajuan besar bagi pertanian dunia.
Namun, terlepas dari majunya teknologi di bidang pertanian, tidak dapat dipungkiri terdapat kekurangan dari sistem ini. Sudah banyak penelitian yang menjelaskan tentang dampak dari pertanian modern ini. Sebagai contoh, penggunaan pupuk kimia sintetik yang mencemari lingkungan dan berdampak buruk pada tanah itu sendiri dalam jangka waktu panjang. Peternakan sapi juga memberika sumbangsih dalam pengurangan lapisan ozon karena gas metana yang dihasilkan.
Untuk mengatasi dampak dari sistem pertanian modern ini, banyak penelitian yang telah dilakukan. Terdapat sistem Carbon Farming yang memperhatikan tanaman sekitar sehingga dapat menjerat karbon di udara dan dimanfaatkan oleh tanaman untuk memperbaiki kesuburan tanah itu sendiri. Selain itu terdapat juga sistem yang bisa mengurangi dampak dari kegiatan pertanian yaitu sistem ko-kultur.
Sistem ko-kultur merupakan sistem yang memanfaatkan dua atau lebih spesies yang dipelihara secara bersama yang memiliki kebiasaan hidup dan ekologi yang berbeda. Di Asia Tenggara sendiri sudah ada sistem ko-kultur tradisional yaitu sistem ko-kultur padi-hewan yang terbukti dapat mengatasi kritis pangan, perubahan iklim, pencemaran lingkungan dan kekurangan sumber daya menurut Baojing Gu, ahli ekologi dari Universitas Zheijiang. Studi terbaru menunjukkan bahwa sistem padi-hewan ini meningkatkan hasil padi sebesar 4% per tahun, pelarutan bahan kimia sintetik sebesar 13%, dan mengurangi pencucian nitrogen sebesar 16%.
Pada sistem ko-kultur padi-bebek, terbukti menunjukkan angka penuruanan sebesar 11% terhadap emisi metana, sedangkan pada sistem padi-bebek dan udang secara keseluruhan dapat mengurangi emisi metana sekitar 40%. Hal ini berkaitan dengan kadar oksigen pada setiap sistem ko-kultur. Selain dapat mengurangi dampak negatif dari sistem pertanian modern ini, sistem ko-kultur padi-hewan juga diperkirakan dapat memberikan pendapatan tambahan sebesar Rp.2000 triliun setiap tahunnya.
Terdapat juga contoh dari sistem ko-kultur lainnya yaitu sistem anggur laut-udang windu yang menunjukkan bahwa pertumbuhan anggur laut menjadi lebih efisien apabila dikultur dengan udang windu. Sistem anggur laut-udang windu ini juga secara nyara menurunkan kadar amonia yang merupakan senyawa yang memberikan efek negatif pada pertumbuhan udang. Akan tetapi faktor lingkungan seperti hujan dapat menjadi penentu terdapat kualitas air dari sistem anggur laut-udang windu ini (Jumiati dkk., 2023).
Sistem ko-kultur dapat dimanfaatkan sebagai sistem untuk mengurangi dampak negatif dari sistem pertanian modern saat ini. Seperti negara China yang masih mempertahankan sistem pertanian tradisonalnya hingga saat ini menjadi bukti bahwa ko-kultur masih efisien untuk diterapkan di era modern ini. Sistem ko-kultur ini dapat membuat dunia menjadi lebih baik lagi dan memberikan dampak positif itu sendiri pada sektor pertanian.
Walaupun ko-kultur memberikan dampak yang positif bagi pertanian dunia, namun hingga kini masih belum menjadi perbincangan di kalangan petani modern. Hal ini wajar karena membutuhkan pengetahuan yang cukup untuk menerapkan sistem ko-kultur ini. Sistem ini juga membutuhkan modal yang cukup besar, tenaga kerja dan infrastruktur yang baik, dimana sistem ini akan menjadi tantangan sendiri karena berlawanan dengan kebijakan pemerintah sistem pertanian yang sudah ada.