Lihat ke Halaman Asli

Integrasi Indonesia: Perceraian Yang Disatukan

Diperbarui: 9 September 2024   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan dalam kelas

"Semua untuk satu dan satu untuk semua, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh." - Alexandre Dumas. 

Sejak kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia telah melalui banyak masalah melawan musuh tetapi juga telah megnhadapi masalah internal yaitu berhubungan dengan integrasi, seperti berbagai kelompok etnis, agama, budaya, dan bahasa. Perjuangan ini tidak hanya untuk mewujudkan kedaulatan dan kemerdekaan, tetapi juga untuk menjaga kesatuan dalam keberagaman yang sangat kaya. Pada masa-masa awal setelah kemerdekaan, pemimpin bangsa menyadari bahwa keberhasilan Indonesia sebagai negara tidak hanya ditentukan oleh aspek politik dan ekonomi, tetapi juga oleh kemampuannya menjaga integrasi nasional.

Integrasi dalam konteks Indonesia tidak sesederhana itu. Ini bukan hanya soal penyatuan wilayah geografis, tetapi lebih dari itu, integrasi adalah tentang bagaimana berbagai kelompok dalam masyarakat dapat hidup bersama dengan damai, meskipun memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam keberagaman ini, ada kebutuhan mendesak akan pemahaman yang mendalam tentang konsep integrasi.

Dalam konteks Indonesia, integrasi berarti bagaimana berbagai suku, agama, ras, dan golongan dapat hidup berdampingan dengan saling menghormati. Bhineka Tunggal Ika yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu" menjadi landasan dalam membangun integrasi ini. Namun, integrasi nasional bukan sesuatu yang terjadi secara otomatis. Integrasi nasional memerlukan kesadaran dan berkelanjutan dari setiap elemen masyarakat dan negara.

Tetapi permasalahan dengan integrasi tidak berhenti sejak Indonesia merdeka. Permasalahan dalam mewujudkan integrasi nasional di Indonesia berkaitan dengan beragam faktor, seperti ketidakmerataan pembangunan, kesenjangan sosial, pengaruh asing, dan yang paling menonjol adalah intoleransi. Intoleransi sudah berada di antara bangsa Indonesia sejak dahulu kala.  

Intoleransi menjadi hal yang lebih mengkhawatirkan seiring dengan perkembangan zaman, terutama di era globalisasi dan digital saat ini. Media sosial sering kali menjadi media penyebaran informasi yang mempercepat tersebarnya intoleran dan kebencian, yang semakin memperburuk situasi. Masyarakat yang memiliki prasangka terhadap kelompok lain cenderung lebih mudah terpengaruh oleh ucapan yang menguatkan intoleransi, baik itu melalui agama, suku, atau ras.

Selain itu, intoleransi juga mengganggu upaya pembangunan bangsa yang berkeadilan. Masyarakat yang terpecah karena prasangka dan kebencian antar kelompok akan sulit bekerja sama untuk membangun kesejahteraan bersama. Semua ini menimbulkan tantangan serius bagi pemerintah dalam mewujudkan persatuan dan integrasi yang kuat di tengah masyarakat.

Meskipun Indonesia memiliki sejarah panjang pemberontakan dan gerakan separatis sejak kemerdekaannya, intoleransi semakin meningkat. Misalnya, ketidaksepakatan ideologis antara kelompok Islamis dan pemerintah pusat yang mendukung negara kesatuan mendorong pemberontakan DI/TII pada akhir 1940-an hingga 1960-an. Demikian pula, gerakan separatis PRRI/Permesta pada akhir 1950-an menunjukkan ketidakpuasan daerah terhadap sentralisasi kekuasaan di Jakarta; konflik regional dan kurangnya pengakuan terhadap identitas lokal memperburuk hal ini.  

Selain itu, gerakan separatis di Papua yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menunjukkan bagaimana intoleransi terhadap perbedaan budaya, identitas, dan ketidakadilan ekonomi dapat memicu konflik. Memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda dari wilayah lain di Indonesia, Papua dan Aceh merasa tidak dihargai dan terpinggirkan oleh pemerintah pusat. Ketidakpuasan ini, bersama dengan ketidakmerataan pembangunan, meningkatkan ketegangan dan mendorong gerakan separatis. Semua ini terus menghambat proses integrasi nasional yang kuat.  

Perjuangan kita untuk mempertahankan persatuan bangsa kita masih jauh dari selesai setelah mengalami kesulitan masa lalu. Ketidakadilan sosial, intoleransi, dan disparitas ekonomi adalah beberapa bahaya yang masih berpotensi menyebabkan kerusakan. Akibatnya, sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keutuhan negara ini.  

Salah satu cara paling penting untuk menghindari kesalahan yang sama adalah dengan mempelajari apa yang telah terjadi sebelumnya. Dengan memahami akar masalah yang pernah terjadi, kita dapat membangun Indonesia yang lebih kuat dan  menghargai perbedaan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline