Piksel akromatik membuat layar hidup hanyalah monokrom. Dua punggung bersandar, menatap pada rona yang berbeda.
Nakhoda berlayar menembus badai, terombang-ambing pada samudra tak bermata angin. Jejak pasrahnya kemudian berlabuh pada dermaga tak kasatmata.
Desau angin menembus titik terdalam penantinya. Terhirup sang pemilik jiwa senyap, kau berkata, "Aku ingin pergi." Jawabanku terhenti di ujung lisan yang membeku, sedangkan kau memilih menuli.
Aku adalah koma pemberi jeda yang terlewatkan saat kau menemukan noktah penghujung. Diam adalah pilihanku, membiarkanmu mengejar cahaya. Jarak kita semakin membentang dalam dimensi ruang dan waktu, mendilatasi hidupku dalam pandanganmu.
Aku sadar ... titik temu adalah khayal tak berakal. Lalu, sisa kisah kita hanyalah kenisbian cinta di dalam kuantum harap.
Yogyakarta, 19 Desember 2018
Oleh: Nur Halipah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H