Korea adalah sebuah semenanjung yang di Asia Timur (di antara Tiongkok dan Jepang). Korea terbagi menjadi dua negara, yakni Republik Korea (Korea Selatan) dan Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) setelah Perang Dunia II pada tahun 1945. Korea Selatan kemudian berkembang menjadi negara demokratis sementara Korea Utara berhaluan komunis.
Bendera Persatuan Korea sering digunakan untuk merepresentasikan Korea pada ajang olahraga internasional, namun bendera tersebut bukan merupakan bendera resmi kedua negara. Korea memiliki corak kebudayaan yang beragam yang berasal dari akar asli yang dibentuk dalam berbagai kesenian, dan tarian. Budaya Tionghoa yang diimpor selama berabad-abad ikut berperan membentuk sistem sosial, dan norma berdasarkan Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme.
Hasilnya adalah beragamnya bentuk manifestasi, dan akulturasi antara budaya asli Korea, dan Tiongkok yang unik. Dari sini Korea berperan besar dalam mentransfer budaya yang maju ke Jepang. Dalam budaya kontemporer, Korea dikenal akan tren Korean Wave yang dihasilkan menyebarnya popularitas budaya musik pop, film dan drama Korea, serta baru-baru ini tren video game dan B-Boy Korea. Itu sekilas tentang Korea.
Tidak bisa dipungkiri memasuki Tahun 2014, Pemuda Pemudi Aceh menjadi salah satu pengikut tren dari budaya Korea. Sebagian besar remaja wanita Aceh adalah penikmat drama Korea, banyak terlihat di medsos seperti facebook, instagram dan twitter berisi postingan tentang tokoh drama korea tersebut. Selain drama korea, remaja sangat mengandrungi makan khas, budaya sampai gaya baju atau rambut dari Korea.
Memang tidak ada salah ketika makanan atau budaya Korea berkembang di Aceh ini sebagai salah satu pembelajaran bagi masyarakat Aceh tentang budaya luar. Namun, yang membuat saya khawatir adalah remaja Aceh lupa akan budaya, kesenian dan makanan khas Aceh itu sendiri. Mereka seperti terlena karena mengikuti trend yang sedang berlangsung, secara tak langsung dan tak mereka sadari itu sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya, kesenian Aceh itu sendiri.
Belasan mahasiswa Korea dari Jeju National University, menampilkan tarian Tradisional buchaechum dan samulnori dalam rangka memeriahkan Hut Kota Banda Aceh ke-811, di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Sabtu 30 April 2016. (sumber :[FOTO]: Tarian Tradisional Korea di Banda Aceh)
Hut Kota Banda Aceh ke-811 diperingati pada tanggal 22 April, Hut Kota Banda Aceh berdekatan dengan hari Tari Internasional pada tanggal 29 April. Padahal itu bisa menjadi suatu momentum membangun kembali budaya, sejarah, kesenian Aceh sendiri. Kenapa malah memilih menampilkan Tari Tradisional Korea, kemanakah Tari Tradisional Aceh?. Itu menjadi suatu pertanyaan yang besar bagi saya.
Aceh memiliki ragam jenis Kesenian yang tersebar luas di berbagai daerah di Aceh. Tak bisa kita pungkiri, saat ini Aceh sedang warning dengan krisis budaya dan kesenian daerah. Itu bisa kita saksikan sendiri bagaimana pemuda pemudi Aceh saat ini. Pemuda pemudi Aceh lebih mengemari kesenia Luar Aceh dibandingkan dengan Kesenian Aceh itu sendiri, sudah sepatutnya Pemerintah lebih tanggap pada hal ini.
Bila kita berkaca pada Hut Kota Jakarta, Tarian Aceh yang dibawakan oleh siswa-siswa Jawa atau di Luar Aceh yang tergabung dalam sebuah Rumah Budaya yang mencapai prestasi Masuk Rekor Muri tersebut, seharusnya itu bisa menjadi "pelecut" semangat para kaula muda untuk lebih peduli pada kesenian dan budaya Aceh. Seharusnya kita malu, keseniaan Aceh dibawakan orang lain sampai mendapat prestasi yang begitu tinggi, dimanakah kaula muda Aceh saat ini?.
Jangan heran bila suatu saat nanti budaya, kesenian Aceh bakal "dicuri" oleh orang lain karena, ketika hal tersebut terjadi barulah para masyarakat Aceh sibuk seperti kebakaran jenggot. Tulisan ini hanya cuma untuk mengingatkan dan bentuk keprihatinan saya sebagai masyarakat sipil biasa di Aceh. Semoga masukan ini bisa membuka mata, hati dan pikiran Pemerintah dan Masyarakat Aceh. Budaya, kesenian Aceh bukan hanya milik orang-orang terdahulu tapi orang-orang terdahulu, sekarang hingga anak cucu kita, jangan pernah lupa akan sejarah.