Lihat ke Halaman Asli

Sinestesia...

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinestesia adalah suatu kondisi ketika sensari –sensasi dari sebuah modalitas perseptual (misalnya pengelihatan) dialami juga dalam modalitas yang lain (seperti pendengaran). Orang dapat mengecap bentuk, meraba bunyi, dan melihat angka atau huruf dalam warna. Sinestesia tampaknya dikendalikan oleh pengaturan (rule – governed),tidak terjadi secara acak.

Sebagia contoh, terdapat hubungan positive antara pola titinada (pitch) suatu suara dan peningkatan kecemerlangan (brightness) (sebuah bersin cenderung “lebih terang” dibandingkan sebuah batuk). Terdapat data – data meyakinkan yang mengindikasi bahwa bahwa banyak orang yang mengalami sinestesiayang didalamnya citra – citra visual dan suara – suara (dan juga pengalaman – pengalaman sensorik lainya) saling jalin – menjalin. Lebih lanjut lagi, sinestesia dapat diukur, dan peryataan – pernyataan yang sahih dapat dibuat berdasarkan pengukurang – pengukuran tersebut. Terdapat pula data – data yang menunjukan bahwa beberapa orang memiliki sinestesia yang tidak wajar. Orang – orang tersebut memiliki pengalaman – pengalaman sensorik yang saling tumpang tindih denga hebatnya. Seperti yang dialamiS.V. shereshevskii, yang diteliti oleh seorang sikolog bernamaa A.R. Luria(1960, 1968). Dia mampu mengingat, tampa ada kesalahan sedikitpun, daftar berisi 30 kata, yang kemudian ditingkatkan menjadi 50 kata, dan 70 kata. Liria melaporkan bahwa “S. membutuhkan hanya 35 sampai 40 detik untuk menghafalkan semua tabel yang berisi 20 angka,...ia memerlukan waktu yang sedikit lebih lama untuk menghafalkan tabel yang berisi 50 angka..yakni 2,5 hingga 3 menit”. Beberapa bulan kemudian ketika Luria memunta S. Untu mengingat daftar yang telag dipelajarinya, S. mengingat sama akuratnya dengan saat eksperimen pertama. Luria melakukan beberapa eksperimen dengan materi serupa, dan menghasilkan hasil serupa. S. tidak melipakan apapun – bahkan materi yang tidak bermakna – setelah jeda berhari – hari, berbulan – bulan, bahkan bertahun – tahun !

Ketika mendengar suatu nada dengan 30 putaran perdetik dengan amplitudo 100 desabel, S. melaporkan bahwa ia melihat sebuah garis selebar 12 sampai 14 cm’ dan berwarna perak yang telah memudar. Nada 50 perdetik dengan amplitudo 100 desabel menghasilkan timbulnya “garis kecoklatan dengan latar belakang gelap, yang memiliki sisi – sisi warna merah dan berbentuk seperti lidah”. Kesan tersebut juga disertai sensasi rasa “seperti sup yang manis dan asam”. Nada 500 putaran perdetik dengan amplitudo 100 desabel menghasilkan apa yang disebut S. sebagai “kilatan cahaya yang membelah bumi menjadi dua”. Nada yang sama dengan amplitudo 74 disabel berubah menjadi suaru warna orange pekat yang “membuatnya merasa seolah – olah sebatang jarum ditembuskan ke tulang belakangnya”. Respon yang sama dihasilka ketika nada – nada tinggi tersebut diulangi. S. juga mengalami respon – respon sinestetik terhadap suara. Suatu kali ia memberikan komentar kepada Luria, “suara anda bebar – benar berwarna kuning dan rapuh”. Reksinya terhadap suara – suara lebih positif, ia mendeskripsikan suatu suara sebagai “api dengan serat – serat yang menyebel keluar, dan api itu seolah bergerak kearah saya” ia menambahkan “saya sedemilian tertarik dengan suara orang itu sehingga saya tidak memahami apa yang dia katakan”.

Mekanisme apa saja yang terlibat dalam fenomena – fenimena tersebut ? Pertama, pertimbangkankah karakteristik – karakteristik fisik dunia alamiah disekeliling kita. Adakah alasan yang masuk akal untuk mengaitkan stimuli visual dan stimuli audial ? Apakah objek – objek yang cemerlang serupa secara fisik dengan suara – suara bernada tinggi ? Mungkin demikian, namun upaya mencri penjelasan fisik berpotensi mengabaikan karakter psikologis yang penting. Kedua pertimbangkanlah hakikat sinestesia perseptual dan kognitif. Sistem kognitif yang memungkinkan tersusun sedemikian rupa sehingga “percakapan – lintas” (cross – talk) antara neuron – neuron kortikal menjadi elemen – elemen genetis yang berharga dalam sistem pemrosesan informasi paralel dan berlebihan (reduddant) dalam otak manusia. Diasumsikan area – area dalam otak yang saling terhubung dan memiliki aktivitas – aktivitas yang terjadi secara simultan akan mendorong timbulnya pengalaman – pengalaman sinestetiatik. Pada masa lalu, para peneliti mengandalkan peranbahasa dan eksperimen – eksperimen waktu reaksi untuk menemukan sebuah hubungan (nexus) antara pengalaman – pengalaman sensorik. Seiring semakin canggihnya teknologi pendektesian aktivitas – aktivitas otak, stidi – studi mengenai sinestesia dan aktivitas otak akan mampu mengidentifikasi sumber dan hakikat isu yang menarik ini.vilayanur Ramachandran, dari brain and Perceptian Laboratory (UC San Diego), mengatakan “..otak manusia normal”disetel” (secara genetis) sedemikian rupa sehingga konsep – konsep, persepsi – persepsi, dan nama – nam objek yang rutin saling terhubung satu sama lain, sehingga memunculkan metafora – metafora yang digunaka bersama secara luas..[seperti baju yang berwarna ‘meriah’ dan keju yang ‘tajam’]”(dikutip dalam The New York Times, 10 April, 2001).

Kesimpulanya, Sinestesia adalah suatu keadaan individu yang menyadari suatu kesan tidak melalui alat indra yang semestinya. Individu yang mengalami sinestesia ini kebanyakan adalah individu buta, mereka bisa mengenali makanan hanya dengan mencium bau tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline