Lihat ke Halaman Asli

Hara Nirankara

Penulis Buku

Tradisi Kudeta dalam Partai Politik di Indonesia

Diperbarui: 5 Maret 2021   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar via nasional.kompas

Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang digelar di Sumatera Utara menghasilkan sebuah keputusan, yaitu terpilihnya Moeldoko sebagai ketua umum yang baru. Kabar tersebut tentu saja mengagetkan banyak pihak, karena beberapa minggu terakhir santer pembelaan bahwa tidak ada kudeta yang terjadi di Partai Demokrat. 

Namun bagi Saya, peristiwa kudeta (katakanlah demikian) seperti ini bukan lagi hal yang baru, justru Saya sudah tidak kaget karena memang hal seperti itu pernah terjadi pada partai besar di Indonesia. 

Dulu kita mengenal peristiwa kudatuli yang memecah Partai Demokrasi Indonesia, lalu ada Partai Golkar yang juga terpecah beberapa tahun yang lalu. 

Fenomena semacam ini bukan lagi hal yang baru, justru fenomena semacam ini memang sengaja diciptakan agar perolehan suara dikuasai oleh partai penguasa.

Peristiwa 27 Juli 1996 atau yang biasa dikenal dengan peristiwa kudatuli, adalah sebuah peristiwa berdarah yang disebabkan oleh pengambilan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jakarta Pusat. 

Pada bulan Oktober tahun 2017, Saya pernah menulis artikel dengan judul "Dualisme Politik, Kerusuhan 27 Juli 1996 (Politik Adu Domba ala Orde Baru)", yang berkaitan juga dengan pelanggaran HAM, bahkan kasusnya sampai detik ini belum juga tuntas.

Sekitar pukul 6 pagi pada 27 Juli 1996, ratusan orang dengan kaos oblong berwarna merah dan ikat kepala bertuliskan "pendukung kongres IV medan", turun dari truk. Menurut beberapa sumber yang saya terima, ratusan massa tersebut merupakan massa PDI pendukung kongres IV medan yang mendukung Soerjadi. 

Bongkahan batu, pecahan paving, dilemparkan oleh ratusan orang itu ke kaca DPP PDI di Jakarta Pusat sehingga melukai pendukung Megawati yang berada di dalam gedung. 

Dengan darah yang berceceran dan diiringi dengan pekikan nama Tuhan, pendukung Megawati yang berada di dalam gedung melakukan serangan balasan dengan bongkahan batu yang tadinya berasal dari luar. 

Ketika massa berhasil memasuki gedung, ada seorang berkaos merah berteriak "bunuh PKI, bunuh PKI" sembari mengayunkan pedang ke arah sebuah meja. 

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 11 November 1996, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menuturkan, tanggal 27 Juli 1996 sekitar 07.00 WIB, ia mendapat telepon bahwa kantornya diserbu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline