Hingga saat ini isu LGBT masih menjadi isu panas di kalangan umat manusia, bahkan ada negara-negara yang dengan tegas menolak adanya pernikahan/hubungan sesama jenis. Menurut laman Kontan, setidaknya per desember 2019 ada 70 negara yang menolak hubungan sesama jenis. Alasan umum yang sering dijadikan acuan ialah, hubungan sesama jenis dinilai sebagai hubungan yang menyalahi aturan maupun kodrat.
Di Indonesia sendiri, banyak kalangan yang menolak hubungan sesama jenis, bahkan, banyak pula kasus-kasus perampasan hak ruang hidup yang dilakukan oleh ormas-ormas yang berlandaskan agama. Namun di lain pihak, tidak sedikit pula kalangan yang ikut memperjuangkan hak-hak LGBT. Mereka gencar menyuarakan tentang hak hidup bagi semua golongan, termasuk LGBT.
Nah yang menarik di sini, mereka yang pro terhadap eksistensi LGBT tidak mendukung penyimpangan yang dilakukan oleh LGBT, dalam artian, jika LGBT melakukan tindakan kriminal seperti pemerkosaan, maka orang itu harus dihukum sesuai hukum yang berlaku. Konsen inilah yang menurut Saya perlu untuk disebarluaskan, karena yang namanya kejahatan tidak memandang apapun. Sedangkan sampai saat ini, masih banyak orang yang mengira, jika kita membela LGBT berarti kita juga LGBT. Menurut Saya ini adalah sebuah kesalahan berpikir, karena membela hak hidup orang lain, adalah sebuah kewajiban sebagai umat manusia.
Terlepas dari golongan LGBT di kalangan manusia, ternyata sikap LGBT atau hubungan sesama jenis juga terjadi pada makhluk hidup yang lainnya, yaitu hewan.
Menurut sebuah penelitian, setidaknya ada 450 spesies hewan yang melakukan hubungan sesama jenis, dan domba adalah hewan yang memiliki kecenderungan lebih tinggi. Menurut laman Merdeka, selain domba, ada capung, camar laut, bonobo (primata sejenis simpanse), dan juga singa afrika yang menunjukan perilaku hubungan sesama jenis. Perilaku hubungan sesama jenis pada hewan meliputi aktivitas seksual, afeksi, hingga pengasuhan anak.
"Jika definisi "perilaku homoseksual" juga diluaskan untuk mencakup hewan yang melakukan aktivitas seksual kepada sesama dan lawan jenis kelamin, terdapat beberapa penelitian yang telah mendokumentasikan perbedaan endokrinologis misalnya hormon seksual, serta pada struktur otak".
Aristoteles pernah menulis perilaku seksual sesama jenis pada hewan burung merpati dan juga burung puyuh, sedangkan Horapollo menyebutkan Hieroglyphica (spesies kumbang) juga memiliki perilaku homoseksual. Biolog Janet Mann dari Georgetown University mengatakan bahwa, "Ilmuwan yang mempelajari topik hubungan sesama jenis seringkali dituduh sedang menjalankan sebuah agenda, dan karya mereka pun bisa lebih dikekang daripada kolega mereka yang mempelajari topik lain." Maka dari itu, selama beberapa dekade terakhir, banyak peneliti yang mendapatkan "bias" ketika mempelajari perilaku hubungan sesama jenis.
Beberapa ilmuwan meyakini bahwa perilaku homoseksual pada hewan berasal dari perilaku dominasi organisasi dan sosial dari pejantan, serupa dengan perilaku seksualitas pada tahanan penjara. Beberapa lainnya seperti Bagemihl, Joan Roughgarden, Thierry Lode dan Paul Vasey mengatakan bahwa, fungsi sosial dari aktivitas seksual (baik homoseksual maupun heteroseksual) tidak selalu terkait dengan dominasi tetapi berguna pula untuk memperkuat persekutuan dan ikatan sosial antar kawanan (wikipedia).
Sebenarnya penjelasan dasar secara psikologis mengenai perilaku hubungan sesama jenis pada hewan masih diperdebatkan, ada yang menyebutkan karena pengaruh hormon seks, hingga struktur otak. Namun pada tahun 2011 terdapat sebuah penelitian yang menyebut bahwa serotonin (suatu neurotransmiter monoamino yang disintesiskan pada neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin dalam saluran pencernaan), terlibat dalam mekanisme orientasi seksual terhadap tikus. Sedangkan penurunan dan peningkatan dopamin pada lalat buah dapat mempengaruhi perilaku hubungan sesama jenis.
Ketika Saya mendebat seseorang dengan mengeluarkan argumen, "Perilaku hubungan sesama jenis juga terjadi pada hewan" tak lama ada yang membalas, "Berarti kamu hewan". Nah, di sini ada kesalahan berpikir yang lain, yaitu orang tersebut tidak mengetahui bahwa manusia adalah homo sapiens. Yang berarti, secara biologis manusia merupakan spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak dengan kemampuan tinggi. Itulah mengapa manusia menjadi ras yang paling unggul di bumi, karena dilengkapi dengan daya berpikir yang tinggi.
Dari uraian di atas, terdapat benang merah yang melatarbelakangi relasi isu LGBT di kalangan manusia dalam tulisan kali ini, yaitu sebenarnya perilaku hubungan sesama jenis merupakan "hukum alam" yang memang sudah ada sejak dulu. Maka dari itu, narasi penolakan terhadap LGBT berdasarkan agama, menurut Saya, tidak mempunyai dasar yang kuat karena tidak dibarengi kajian-kajian secara ilmiah.