Dion, salah satu teman baikku yang menawariku sebuah pekerjaan. Kami berteman sudah sejak kami kecil, bahkan kami sudah seperti saudara kandung. Dia mengajariku banyak hal, terutama untuk berjuang. Nasibnya tak jauh berbeda dariku, cuman dia lebih beruntung masih mempunyai ibu walau ditinggal ayahnya cerai sejak usianya 14 tahun.
Saat ini usiaku sudah 20 tahun, sebenarnya Aku risih untuk melakukan pekerjaan ini, tetapi keadaan yang memaksaku agar Altair bisa terus bersekolah, yang saat ini ia sudah semester 2. Pekerjaan ini yang akhirnya membuatku bisa memiliki tempat tinggal layak, walau masih berstatus sewa. Rumah bibi Aku wakafkan kepada masyarakat setempat, karena Aku tidak mempunyai biaya untuk memperbaiki rumah itu yang kini sudah rubuh.
Terkadang merasa lelah, ketika harus melayani nafsu para pelanggan. Mereka kebanyakan wanita berkepala 4, janda, dan juga istri yang jarang mendapatkan kenikmatan dari suaminya. Namun lagi-lagi Aku harus sadar, rasa lelah ini jangan sampai membuat Altair berhenti mengenyam pendidikan.
Di kos
Dion tiba-tiba ada di sebelahku yang sedang tertidur lelap, saat itu pukul 2 siang. "[Menampar pantatku beberapa kali] Bangun njing!", ucapnya. Aku yang melihat Dion tiba-tiba yang duduk di sebelahku, tidak lagi kaget karena dia sudah biasa melakukan hal itu. Masuk tanpa permisi, terkadang membuka lemari pakaian dan meminjam bajuku, terkadang juga memakan makananku tanpa Aku tawari.
Dengan nyawa yang belum sepenuhya terkumpul, Aku menanyakan maksud kedatangan Dion. Katanya, dia butuh uang 2 juta untuk membeli hadiah untuk kekasihnya. "Ambilin dompet gua nyet di saku celana [menunjuk celana yang Aku gantung di belakang pintu kamar]", suruhku. "[mengambilkan dompet, memberikannya kepadaku] Ini bos dompet lu", ucapnya. "[mengambil kartu atm, memberikannya kepada Dion] Pinnya 666666, awas lu kalo ambil lebih", Aku menyuruh Dion untuk mengambil uangnya sendiri di atm, kepercayaanlah yang membuat kami sudah sama-sama terbuka. Dion yang kegirangan lantas menyubit kedua putingku sambil berkata, "Makasih bos! Jadi tambah sayang gua sama lu Kay". Aku yang masih ngantuk menimpali omongan Dion, "Bacod celeng".
Tak lama kemudian Altair masuk ke dalam kamar dengan handuk yang menutupi tubuhnya, "Wuihhh adek gua makin ganteng aja nih. [Mengendus badan Altair] Wangi banget lu, mau ke mana?", tanya Dion kepada Altair. "Kuliah bos biar ga goblok kayak elu", respon Altair. Aku yang mendengar jawaban Altair hanya bisa tertawa. Ya, Altair juga dekat dengan Dion, mereka terbiasa bercanda. Kedekatan Dion dan Altair sangat membantuku, setidaknya Dion bisa menggantikan posisiku sebagai seorang kakak bagi Altair. "Yeee, gua cipok lu", ucap Dion yang kemudian bergegas pergi menuju mesin atm.
Aku yang sudah kepalang bangun karena Dion, lantas mengecek hp dan membuka aplikasi dating, yang mungkin saja ada pelanggan yang ingin memakai jasaku. Namun sayangnya tidak ada pesan masuk, sepertinya hari ini tidak ada pelanggan.
"[Menyulut rokok] Berangkat siang lu, Ta?", tanyaku. "[Menutup pintu, melepaskan handuk, membuka lemari baju] Iya kak, satu matkul doang", jawabnya. "[Mencari sesuatu] Liat sempak Alta yang warna biru dongker gak, Kak?", lanjutnya. "Gua taruh di rak paling bawah", jawabku. "[Memakai sempak] Kemeja slim fit punya Alta mana?", tanyanya. "Dipakai Dion tadi", jawabku. "Sial", responnya.
[Tiba-tiba ada chat masuk di aplikasi dating] "[Membuka pesan] Gua kayaknya pulang besok pagi Ta, ada job ntar malem", kataku. Altair yang sudah terbiasa dengan pekerjaanku hanya bisa diam, sedangkan dia belum mengetahui kalau Aku bekerja sebagai lonte pria. "[Memakai tas] Alta berangkat dulu ya", ucapnya. "Take care", ucapku.
Eksekusi
Malam ini Aku sudah berada di hotel sakura, tempat di mana Aku akan bersenggama dengan Siska, ibu satu anak yang suaminya sering ke luar kota karena urusan pekerjaan. Siska sudah menungguku di kamar 204, dan Aku pun langsung masuk ke kamar. Siska ini umurnya masih 29 tahun, parasnya lumayan cantik, body-nya juga lumayan. Rambutnya hitam sebahu, menggunakan dres berwarna merah muda. Sekilas Aku lihat, Siska tidak memakai bra dan celana dalam. Lekuk tubuhnya bisa Aku lihat dengan mudah.
"[Menjabat tanganku] Siska, came in [disertai dengan senyuman manis]", ucapnya. "Kay, nice to meet You", responku.