Ada satu mispersepsi yang sampai saat ini masih terjadi dalam pemahaman masyarakat luas, yaitu soal, Radikalisme. Banyak orang beranggapan bahwa, radikalisme dan terorisme adalah dua istilah yang sama. Padahal, baik radikalisme maupun terorisme, merupakan dua istilah yang berbeda.
Mispersepsi itu menurut Saya sangat kacau, karena akan menyebabkan degradasi esensi dan juga tujuan dari pemikiran radikalisme. Dan, jika hal itu terus saja dibiarkan, akan semakin banyak lagi masyarakat yang terbodohi oleh sebab argumen dari orang atau sekelompok orang yang tidak minim literasi.
Ya, Saya adalah salah satu saksi sejak tahun 2016, yang melihat betapa kacaunya tingkat literasi masyarakat dalam memahami apa itu radikalisme. Politik identitas yang dilakukan oleh cebong dan kampret, sejak tahun 2016 hingga sekarang, nyatanya masih saja menyesatkan pemahaman banyak orang.
Bukannya mau sombong, sebagai penulis, Saya berkewajiban untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, sehingga diharapkan tidak akan ada lagi masyarakat yang mengalami mispersepsi. Penggunaan diksi yang tidak tepat soal radikalisme dan terorisme pada kenyataannya, masih banyak yang keliru sehingga mispersepsi ini sampai detik ini, masih saja terjadi. Atau mungkin akan berlangsung dalam waktu yang lama.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan ekstrimisme, radikalisme, terorisme, dan separatisme?
Ekstrimisme yaitu pemikiran maupun tindakan dari seseorang atau sekelompok orang yang menuntut perubahan struktur masyarakat atau negara dengan jalan kekerasan, paksaan, intimidasi, guna membangun struktur masyarakat yang homogen sesuai dengan ideologi atau agama yang mereka anut.
Dikutip dari laman kompas, terdapat satu kekeliruan dalam pemikiran ekstrimisme. Yaitu, pemikiran ekstrimis cenderung akan menghasilkan rasa superioritas, tirani, dan kewarganegaraan yang tidak seimbang. Karena, jika output dari pemikiran itu berupa kewarganegaraan yang diskriminatif, maka, itu merupakan demokrasi yang menyimpang atau twisted democracy.
Sedangkan radikalisme menurut Dr. Alex P. Schmid, radikalisme adalah suatu proses dimana Individu atau kelompok yang berubah dan memiliki kecenderungan menentang dialog dan kompromi dengan pihak yang berbeda, mereka memilih jalan konfrontasi dan konflik.
Dikutip dari laman buruhmigran, dalam The Concise Oxford Dictionary (1987), radikal berasal dari bahasa Latin "Radix, Radicis" yang berarti akar, sumber, atau asal mula. Radikalisme berasal dari akar kata radikal.
Saat ini banyak masyarakat menganggap bahwa radikalisme adalah suatu pemikiran yang menyimpang, sehingga banyak orang yang asal menilai tanpa mengetahui apa sebenarnya radikalisme itu. Padahal, Soekarno, Hatta, DN Aidit, Samoen, Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, dan banyak tokoh pejuang kemerdekaan serta pemuda/i-nya memiliki pemikiran radikalisme, sehingga mereka semua melakukan perlawanan yang berakhir dengan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.