Lihat ke Halaman Asli

Hara Nirankara

Penulis Buku

Mitologi Peradaban

Diperbarui: 18 Juli 2020   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image via Catatan Afif

Hidup ini mempunyai pola, fase, dan juga masa. Pola yang sejak dari dulu dilakukan, dipertahankan, bahkan mencoba untuk didobrak. Fase di mana umat alam semesta bertransformasi dari kehidupan primitif, jahiliyah, dark ages, hingga abad modern. Dan tak bisa dielakkan juga, jika suatu saat fase alam semesta akan kembali ke titik 0. 

Titik di mana sebuah peradaban dimulai kembali, disusun ulang, yang nantinya akan berakhir dengan kerusakan-kerusakan. Kemudian masa, masa-masa di mana umat manusia yang tadinya hidup berdampingan, bekerja sama, kemudian mulai bersikap individualis. Ya, setidaknya itulah 3 hal kecil yang selalu terjadi, berulang, dan tidak bisa dihindari.

Kemajuan teknologi informasi saat ini yang begitu pesat, membuat orang terpaksa harus mengikuti perkembangan jaman. Mengikuti tren, yang pada akhirnya akan menjadikan sebagai konsumer atas sebuah produk dalam post modernism. 

Kemajuan teknologi juga membuat fase-fase yang lain. Fase di mana umat manusia mulai bersikap skeptis, nihilis, atau bahkan reaksioner. Fase-fase itu pasti ada, dan bukan sebuah hal yang tabu lagi jika fase itu berkembang sangat pesat di tengah kemajuan teknologi, akan menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang semakin menyekat.

Kemajuan teknologi juga membuat masa dunia berubah. Usia bumi yang semakin tua, sumber daya alam yang semakin menipis, memaksa banyak ilmuwan harus memutar otak untuk menjaga supply bagi umat manusia. Kemajuan teknologi membuat 3 hal tadi semakin kompleks, dan mungkin juga lambat laun akan tercipta iklim di mana egoism menjadi idealism yang baru.

Perahkah kalian bertanya, kenapa orang-orang gampang sekali ribut di media sosial? Mempermasalahkan hal yang sama sekali tidak penting? Bahkan membuat topik baru atas fanatisme buta? 

Ya, media sosial memang diciptakan untuk menampung semua itu, at least. Karena dengan begitu, pundi-pundi uang akan semakin deras mengalir, dan kemakmuran bagi sebagian orang akan semakin menjadi nyata.

Bagaimana bila pada akhirnya sebuah "kiamat" terjadi? Menghancurkan semua kemudahan saat ini? Tanpan listrik, tanpa internet, tanpa kendaraan bermesin. 

Orang-orang mengalami listrik mati sebentar saja sudah banyak yang mengeluh. Berbagai macam alasan terlontar untuk membenarkan pembelaan mereka, dan pokoknya listrik harus cepat menyala! Yap! Kita dapat melihat satu ciri menonjol pada kasus tanpa listrik, yaitu ketakutan. 

Orang-orang banyak yang takut jika listrik sudah tidak ada lagi. Dari hal yang sederhana saja, yaitu kepada mereka yang terbiasa hidup didampingi kipas angin atau AC. 

Berbagai keluhan akan keluar dari mulut mereka, berbagai macam pikiran akan mulai menguasai otak mereka, berharap listrik akan cepat kembali normal, sehingga mereka tidak harus hidup dalam ketakutan lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline