Teruntuk ibu, wanita dengan segala kesusahpayahan dalam mengandung, melahirkan dan membesarkan putrinya.
Wahai ibu, jangan biarkan kami pacaran. Apapun alasannya. Karena taukah kau ibu, jaman telah berlari puluhan bahkan ratusan kali lebih cepat dari jaman mudamu dulu. Kami mendapat serangan degradasi moral dari berbagai arah. Modernisasi tanpa filter membuat kami seringkali kehilangan kendali.
Entah gaya hidup apa yang mengelilingi kami ibu. Berpegangan tangan dianggap sebagai wujud ketertarikan, berpelukan dianggap sebagai wujud kasih sayang, dan kecupan di bibir dengan segala rangkaiannya dianggap sebagai wujud cinta. Kami hidup di jaman seperti itu ibu. Sangat sulit rasanya bertahan dalam keutuhan saat kami pacaran.
Oh ibu, kami tau engkau telah bersabar menahan sakitnya luka jahitan karena melahirkan. Tapi sungguh, saat pacaran, kesabaran laki-laki yang menunggu kami berdandan terasa lebih manis, ibu. Karena itulah kami rela bertekuk lutut mengabulkan permintaannya. Apalagi saat laki-laki mulai mengeluarkan beberapa kata, semua terasa indah dan nyata. Mengalahkan nyatanya perih lukamu dulu. Yang salahpun menjadi benar. Semua omongan laki-laki mendadak benar.
Oh ibu, meskipun kami sudah beranjak dewasa, awasilah setiap tingkah laku kami. Engkau berhak tau setiap nama di kontak ponsel kami. Engkau berhak tau dengan siapa kami bergaul. Pergaulan saat ini begitu mengerikan ibu. Banyak yang berkawan yang hanya untuk mengejar popularitas, demi sebuah julukan geng ngehits.
Mengajarkan konsumerisme, materialisme, individualisme, hingga hedonisme. Yang tak punya barang bermerk dianggap kampungan, yang tak punya pacar dianggap malang. Kami harus bersusah payah mengimbangi agar tetap disebut sebagai teman. Meskipun saat susah datang, seringkali dihadapi sendirian. Pertemanan kami sungguh rapuh ibu.
Wahai ibu, saat kami kuliah dan harus terpisah denganmu nanti, carikan kami tempat tinggal yang aman dengan teman yang engkau percayai. Banyak kos yang sudah disalahgunakan ibu. Pacaran di dalam kamar semalaman. Kami ingat ajaranmu ibu, tapi tidak saat pacaran. Hingga wahjahmu saja terlupakan saat kami pacaran.
Maka dari itu ibu, carikan kami tempat tinggal yang aman dengan teman yang engkau percayai, yang sudah lolos seleksi “baik” dimatamu. Bukan teman yang mentoleransi saat kami mengajak pacar masuk ke kamar. Akupun tau ibu, engkau pasti tidak mau di foto wisuda nanti keluarga kita bertambah satu. Hasil jamahan laki-laki pada putri yang engkau kandung, lahirkan, dan besarkan dengan penuh pengorbanan. Yang bahkan saat kecil dulu nyamuk hinggap pun engkau marahi.
Wahai ibu, sungguh, jangan biarkan kami pacaran. Jalanan hari ini sudah begitu gelap. Kami tidak ingin tersesat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H