Lihat ke Halaman Asli

HMI SunanAmpel

Anggota HMI Komisariat Sunan Ampel

Urgensi Berorganisasi di era VUCA

Diperbarui: 15 Agustus 2024   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa UIN KHAS Jember 

Salah satu tujuan awal bangsa Indonesia dalam menyejahterakan kehidupan bangsa, tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4, yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa...”. pencerdasan yang dilakukan dapat berhasil jika melalui pendidikan yang baik. Perguruan tinggi mempunyai peran strategis dalam mewujudkan cita-cita diatas, selain mampu mencetak generasi berkemajuan lewat tri darma perguruan tingginya (pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat), Perguruan tinggi juga mempunyai tanggung jawab dalam memberikan bekal berupa pembentukan karakter, pelatihan kepemimpinan, dsb. Sehingga mereka mampu survive di tengah kehidupan masyarakat.

Namun sayangnya, hal tersebut tidak sesuai dengan yang mereka peroleh dibangku kuliah. Dikampus mahasiswa hanya diberikan materi teoritis saja, bahkan untuk mendapatkan pengalaman lebih seperti pelatihan soft Skill dan Hard Skill, hanya sedikit yang mereka dapatkan dibangku kuliah. Hal ini dikarenakan sistem pembelajaran yang terlaksana di kampus, terbatas oleh jumlah SKS (Satuan Kredit Semester) yang diberikan kepada mahasiswa terbatas pada angka 20-24 SKS tergantung pada prodi yang ditempuh.

Satuan Kredit Semester atau akrab dikenal SKS memberikan batasan waktu interaksi mahasiswa dengan guru dalam menempuh perkuliahan. Satu semester diperguruan tinggi ditempuh dalam kurun waktu 6 bulan. 1 sks setara dengan 1 jam perkuliahan dalam 1 pekan di 1 semester. Idealnya dalam satu pekan biasanya mahasiswa hanya mendapat beban studi 12-18 sks, setara dengan 12-18 jam perkuliahan tatap muka. Maka perkuliahan yang ditempuh dalam satu hari hanya 2-4 jam perkuliahan tatap muka, di tambah dengan libur harian di tiap pekannya.

Hal ini sangatlah kurang dalam proses pembelajaran dan pembekalan peserta didik untuk mampu bertahan hidup ketika terjun di masyarakat luas yang notabene problem yang akan menimpanya lebih berat dari pada saat ia sedang duduk di bangku kuliah. Pembentukan karakter pada diri mahasiswa sangat penting, selain mahasiswa unggul dalam sisi akademis, ia juga harus mampu bertahan disegala ombak masalah yang akan ia hadapi tiap langkahnya. Oleh karena itu mahasiswa memerlukan wadah baru untuk ia berproses lebih masif dalam meningkatkan daya kepemimpinannya, membentuk karakternya, melatih hard skill dan soft skillnya, dan hal hal lain yang berkaitan dengan kebutuhannya.

Organisasi lahir untuk mewadahi mahasiswa berproses lebih masif dalam pengembangan diri mahasiswa. Di dalam organisasi, mahasiswa akan lebih banyak mendapatkan pengalaman baru yang mungkin di dunia perguruan tinggi belum mereka dapatkan. Selain relasi yang luas mereka dapatkan, organisasi juga mempunyai sistem pembelajaran yang terstruktur, mulai dari pelatihan hard skill dan soft skill, pelatihan public speaking, agenda berbasis keilmuan, penerapan teori di lapangan, dsb. Semua kebutuhan yang mahasiswa belum dapatkan di perguruan tinggi bisa didapatkan di organisasi, dan hal yang paling penting yang mungkin hanya bisa di dapatkan di dalam organisasi adalah pelatihan karakter dan kepemimpinan mahasiswa. Mereka yang telah menyandang gelar mahasiswa sudah semestinya mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik.

Mahasiswa selain ia duduk dan berproses di perguruan tinggi, juga mempunyai peran penting dalam masyarakat. Setidaknya ada empat peran penting yang dimiliki mahasiswa, Agent Of Cange, moral Of force, Iron Stock, dan Social Control. Untuk mewujudkan peran penting tersebut sangat mustahil rasanya jika seorang mahasiswa tidak mempunya pola kepemimpinan yang baik. Maka dari itulah proses yang di lalui dalam organisasi akan membawakan mahasiswa pada kualitas insan intelegensia dalam memajukan kehidupan bangsa indonesia.

Selain itu, problem yang sangat kompleks sering dialami oleh mahasiswa di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), Era dimana perubahan terjadi secara cepat, tidak pasti, kompleks, dan kurangnya kejelasan. Istilah vuca sendiri sebenarnya dikenalkan pertama kali di lingkungan militer dan berkembang dalam pelatihan United State Army War College. Teori yang dimunculkan dan dijelaskan oleh Warren Bennis dan Burt Nanus sekitar tahun 1987. Namun, kondisi yang dialami oleh mahasiswa, tidak berbeda jauh dengan apa yang menjadi gambaran umum bagaimana kondisi mahasiswa perhari ini. 

Volatility menggambarkan kondisi dimana terdapat perubahan yang amat cepat dari satu situasi kesituasi lain. Perubahan yang terjadi bukan sebab rencana yang sudah disusun sedemikian rupa, namun hal ini terjadi begitu cepat, tak teratur, tak jelas, dan tak terduga pula. Contoh kecil perubahan tersebut adalah sebelum dan sesudah covid 19, dimana peralihan mendadak dari proses pembelajaran mahasiswa, yang awalnya tatap muka di alihkan pada pembelajaran secara daring. hal ini juga menjadi pemicu atas perubahan karakter mahasiswa yang awalnya minat membaca para mahasiswa begitu masif, menjadi sangat minim akibat pengaruh media sosial yang terjadi pasca Covid 19.

Uncertainty menggambarkan kondisi ketidak pastian dimana informasi yang ada kurang spesifik, atau dapat juga diartikan sulit diperkirakan implikasi dari suatu isu atau peristiwa yang sedang terjadi. Gambaran yang terjadi pada mahasiswa berupa kurangnya literasi dalam menangkap informasi dan seringnya menyimpulkan segala hal tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.

Complexity menggambarkan kondisi yang kompleks dan penuh dengan kerumitan dalam memahami penyebab . Biasanya terjadi pada mahasiswa baru yang masih beradaptasi dengan lingkungan kampus dengan berbagai macam polemik yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline