Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi Golongan Politikus

Diperbarui: 10 Juni 2016   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kamis, 2 Juni 2016 yang lalu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul zaman memimpin revisi perubahan terhadap UU pilkada Nomor 08Tahun 2015. Ini sudah diparipurnakan dan disetujui oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun ada beberapa hal yang mengganjal dalam keputusan tersebut. Diantaranya dalam Pasal 9a UU Pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharuskan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah dalam forum dengar pendapat ketika menyusun peraturan KPU dan membuat pedoman teknis tahapan pemilihan. Keputusan dalam forum tersebut bersifat mengikat.

Ketua umum KPU Husni Kamil Malik mengungkapkan, KPU harus bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kalau sudah ada pemaksaan terhadap satu proses atau kepentingan, maka asas kemandirian itu bisa terancam. Dan bahaya nya akan timbul masalah-masalah baru yang lebih ruwet lagi.

Seperti kita fahami semua, bahwa di gedung DPR itu terdapat para wakil rakyat yang merupakan anggota partai, sehingga Pasal 9a rawan sekali menjadi jalan masuk bagi DPR untuk mengatur jalannya proses pilkada sesuai dengan keinginan dan keuntungan mereka. Ini jelas mencederai proses pendewasaan dalam berdemokrasi.

Seharusnya dalam pelaksanaan pilkada tidak ada satu pihak pun yang  memiliki hak mengatur KPU termasuk DPR. Memang perlu konsultasi dengan DPR,  jika ada masalah dan ada aturan yang akan digodok oleh KPU. Tapi, jangan sampai KPU diwajibkan mentaati hasil konsultasi tersebut. Karena pada prinsipnya hasil konsultasi hanya sebatas masukan buat KPU.

Perlu kita sadari, di negara ini ada lembaga independen yang tidak punya keharusan berkonsultasi dengan eksekutif dan legislatif perihal membuat peraturan walaupun di biayai oleh negara. Di antaranya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau Komisi Yudisial. Apabila KPU harus mematuhi hasil konsultasi dengan DPR maka apa bedanya dengan zaman orde baru?. Langkah KPU akan diintervensi oleh kepentingan elit DPR dengan tujuan menguntungkan kader partai tertentu yang akan maju pada pemilihan.

Kesadaran akan pentingnya demokrasi hari ini sudah jauh meningkat. Hal tersebut dapat kita amati dari peran aktif masyarakat dalam menyukseskan pemilihan umum. Baik yang di komandoi pemerintah pusat maupun dari daerah sendiri. Dan paling penting adalah semakin berkurangnya angka golput di masyarakat.

Gejala sadar demokrasi ini perlu dijaga dan dirawat setiap saat. Jangan sampai kepercayaan yang sudah kita bangun dengan biaya triliunan, tenaga dan pikiran yang tidak bisa dikatakan sedikit ini harus hancur sebab kepentingan sesaat segelintir orang. Rakyat selalu jadi alasan terdepan jika sudah menyangkut anggaran. Kesejahteraan yang di janjikan hilang diterkam kelamnya kemewahan dunia fana.

Mengutip ucapan Arteria Dahlan, Anggota Komisi II DPR RI.Revisi UU pilkada baru ini tidak untuk memasung kemandirian KPU maupun Bawaslu. Norma tersebut sebagai antisipasi agar peraturan yang dibuat KPU dan Bawaslu tidak keluar dari Undang-undang.

Disisi lain, ada hal yang perlu dewan legislatif ingat dan pahami dengan seksama, ketidak istiqomahan kalian dalam bersikap membuat masyarakat umum sulit percaya total dengan mulut manis anggota DPR. Sering kali kalian menunjukkan sikap plin plan dalam bersikap. Dengan alasan hasil keputusan pengurus partai lalu berpindah dukungan.

Padahal dilain hari, kalian saling serang lewat media massa. Mengapa anggota DPR begitu pandai bersandiwara?Hari ini teman, besok lawan, kemaren partner, lusa musuh. Memang benar bila ada nada pesimis mengatakan, tidak ada yang abadi dalam politik kecuali kepentingan itu sendiri. Entahlah.

Ada baiknya para politikus mengajarkan cara bersaing yang sehat didepan para pendukungnya. Berpolitik cantik dan punya jiwa membangun yang besar. Mereka adalah ikon public, gerak-geriknya selalu di ikuti corong kamera dan berbaris rapi dalam rentetan tulisan media cetak maupun online. Sebuah kesempatan luar biasa untuk menjadi Khairunnas anfa’uhum linnas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline