Lihat ke Halaman Asli

HMI Airlangga

Organisasi Mahasiswa

Lipatan Fana Ibu Kota

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sunyi malam yang ada di ibu kota ini, penulis akan berbagi pengalaman yang ada di jakarta ( walaupun kesannya curhat ). Ibu kota Indonesia : Jakarta, merupakan sebuah kota yang menjanjikan banyak sekali impian walaupun di sana terdapat kekelaman yang tersembunyi. Dalam kota ini pula, menjulang gedung-gedung tinggi yang dibangun di tengah maraknya globalisasi yang semakin kita rasakan, bahkan bagi kita yang ada di ujung pelosok dunia. Maraknya pembangunan di dalam kota Jakarta tentu menimbulkan banyak sekali kemajuan, walaupun kemajuan itu sifatnya banal adanya.

Kota, penulis ibaratkan sebagai sebuah "imperium" baru dalam sebuah perang dari simbol dan tanda yang tersingkap di balik misteri dunia. Kota Jakarta, kerapkali menjadi sebuah simbol "keberhasilan" para elite dalam usaha untuk menciptakan pembangunan, tetapi penulis melihat adanya sebuah "monumen" yang sesungguhnya lebih monumental dibandingkan tegaknya MONAS, atau megahnya Istana Negara. Monumen itu adalah : Kumuhnya pemukiman.

Dalam perspektif semiotika ( Barthes menyebutnya Semiologi ), kota merupakan sebuah pertarungan simbol dan tanda yang efeknya ialah menciptakan sebuah proses yang dinamakan "penjinakan" ( Gramscian menyebutnya "HEGEMONI" ). Para elite dalam pemerintahan selalu bekerja dengan penuh "semangat" dengan harapan mereka dapat menciptakan makna baru dalam sebuah citra kota yang dipenuhi oleh fantasi kemajuan. menurut Barthes, hidup kita diatur oleh tanda-tanda yang diproduksi oleh Imperium of signs, dimana termanifeskan melalui Pleasure. Efek rayuan ( Baudillard : seduksi ) secara terselubung dari kota melalui pengelihatan akan kemewahan ternyata dengan mudah mengubah mind set manusia melalui cara-cara yang kompleks.

Kekontrasan dari kemajuan kota, terutama Ibu Kota ialah banyaknya ketimpangan serta konflik yang tak terakomodir melalui isu-isu serta makna banal yang terproduksi melalui format-format baru. Sekarang, makna kota Jakarta menjadi sebuah "imperium of pleasure" yang siap menseduksi manusia menuju puncak kemewahan.

Sekarang, apakah kita ingin kembali ke Ibu Kota?? Mungkin seduksi itu lah yang akan mempertanyakan sekaligus menjawabnya....

(by Syahmanda Pramanta Diaz, Mantan Kabid Kekaryaan Komisariat Fisip Airlangga)
http://www.facebook.com/notes/syahmanda-pramanta-diaz/lipatan-fana-ibu-kota/152362244999

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline