Pemilihan Presiden Republik Indonesia selalu menjadi momentum penting bagi masyarakat. Tidak hanya sekadar proses politik, tetapi juga sebagai penentu arah dan visi bangsa ke depan. Dalam mendukung Anis Baswedan, ada satu elemen yang menarik perhatian banyak orang, yakni sulaman atau kecosan yang menjadi simbol atau semiotik keterhubungan yang lebih dalam.
Sulaman ini menjadi perbincangan hangat, dianggap sebagai tanda bahwa jika terpilih, Abah Anis akan mempersatukan Indonesia kembali. Apakah ini hanya sebuah simbol, ataukah ada makna lebih dalam di baliknya?
Sebagai presiden yang diharapkan, pertanyaan-pertanyaan pun beralih ke arah kebijakan dan visi ke depan. Dalam sebuah acara tanya jawab yang langsung dengan pendukungnya, Anis Baswedan memberikan klarifikasi bahwa sulaman ini adalah representasi dari semangat untuk menyatukan Indonesia.
Dalam memilih kursi, Anis mengajak pendukungnya untuk duduk di kursi yang stabil, panas, dan aman. Sebuah metafora yang menggambarkan kestabilan, kehangatan, dan keamanan yang diharapkan dalam kepemimpinannya.
Ketika ditanya tentang masalah hak demokrasi di Indonesia, Anis menyatakan bahwa sebagai negara hukum, setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat, berkumpul, dan melakukan kegiatan apapun. Namun, Anis menekankan bahwa negara hanya dapat mengatur perbuatan yang melanggar hukum, bukan pikiran atau perasaan. Dalam konteks ini, pertanyaan tentang normalisasi terhadap organisasi yang pernah dibubarkan oleh negara, seperti FPI dan HTI, dijawab dengan prinsip hukum.
Anis menegaskan bahwa negara tidak boleh mengatur pikiran, namun dapat mengatur perbuatan. Jika suatu organisasi melakukan tindakan melawan hukum, maka hukum akan mengambil tindakan untuk disiplin. Anis berkomitmen untuk menghormati institusi pengadilan, dan bila ada organisasi yang dianggap keliru, pemerintah akan membawanya ke pengadilan, bukan membubarkannya secara sepihak.
Visi Anis Baswedan untuk Indonesia adalah menjaga republik ini agar tetap menjadi negara hukum, bukan negara kekuasaan. Keputusan-keputusan harus diambil berdasarkan prosedur hukum yang berlaku, dan pengadilanlah yang menentukan hasilnya. Dengan demikian, Indonesia diharapkan tetap menjaga integritas demokrasinya.
Sebagai calon presiden, Anis Baswedan menekankan pentingnya dialog, keterbukaan, dan kesiapan untuk berbicara ke depan. Melalui proses demokrasi yang dialogis, rakyat dapat memahami bagaimana seorang pemimpin berpikir dan mengambil keputusan. Ini adalah langkah penting untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan yang mungkin terjadi jika proses demokrasi hanya bersifat seremonial.
Sebagai penutup, Anis Baswedan berterima kasih kepada semua seniman dan budayawan di Bandung yang telah berkontribusi dalam acara ini. Melalui kesempatan ini, ia kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga Indonesia sebagai negara hukum, di mana keputusan-keputusan diambil dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku. Masyarakat pun diingatkan untuk memilih pemimpin yang akan menjadikan hukum sebagai supremasi dalam pengambilan keputusan, sehingga Indonesia tetap menjadi negara yang bermartabat dan beradab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H