Pagi tadi, sekitar jam 9.00 WIB, istri saya menelpon kalau dia baru saja ke Sekolah Tujuan mutasi. Sebuah sekolah SMP satu atap di paling ujung Timur Kota Lawang Kab Malang.
Ya, kalo bisa pindah kesana lumayanlah - meski sekolah ndeso dan muridnya hanya terdiri dari 3 kelas - tetapi tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 6 km. Masih mending jika tetap terus mengajar di SMP Negeri yang saat ini, jaraknya 35 km dari rumah.
35 Km itu sebenarnya "tidak terlalu jauh" jika kota Malang tidak mengalami kemacetan di jam-jam kerja - bisa saja ditempuh sekitar 45 menit, tetapi karena harus bermacet-macet dibeberapa titik, bisa jadi 1 jam bahkan lebih baru bisa sampai ke sana.
Pada akhir Januari 2013, saya dapat info dari seorang teman pengawas yang bertugas di wilayah kabupaten malang utara - bahwa di SMP Satu Atap di kota kami guru bahasa inggris-nya yang PNS tidak ada dan konon guru GTT-nya mau "meninggalkan" sekolah tersebut karena mendapat bea siswa S-2 ke luar negeri, jadi ada peluang mutasi kesana.
Mendengar kabar ini tentu saja kami sangat bahagia, karena sudah beberapa kali mencoba mengurus mutasi mengajar ke sekolah yang dekat dengan rumah, ternyata tidak mudah. Surat rekomendasi dari lolos butuh dan surat kesedian menerima dari kepala sekolah ternyata TIDAK CUKUP, masih dibutuhkan ubo rampe (pernak-pernik) lain yang lumayan besar biayanya, tetapi justru ubo rampe itu membuat SK dari pejabat yang berwenang bisa turun.
Alhamdulillah setelah meminta surat kesediaan menerima dari PJS SMP Satu Atap akhirnya bisa diteruskan di dinas pendidikan, dan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya - kali ini mengurus surat di diknas cukup satu minggu sudah jadi - (tahun sebelumnya bisa berbulan-bulan dan dengan berbagai penjelasan surat permohononan mutasi tidak jelas juntrungannya dan akhirnya entah kemana). Setelah mendapat surat dari diknas, kami mengirimkan ke instansi yang terkait.
Setelah hampir dua minggu menunggu turunnya sudat dari instansi terkait, tadi pagi istri saya berniat "nyambangi" sekolah tempat dia akan mutasi - sekalian kenalan dengan guru yang akan digantikan. Sesampainya disana ternyata sedang ada kegiatan - entah pertemuan apa, yang jelas banyak sekali kepala sekolah SD di kecamatan kami sedang berkumpul. Karena ada kegiatan itu maka kegiatan belajar mengajar diliburkan.
Karena sudah kadung kesana, akhirnya diniatkan juga untuk bertemu kepala sekolah yang ternyata sekarang sudah ganti yang baru. Sambil menunggu kepala sekolah rapat, kok ya ketemu dengan guru bahasa inggris yang statusnya masih GTT (guru tidak tetap) yang sudah mengajar di sana lebih dulu.
Begitu mengetahui bahwa istri saya adalah guru yang hendak menggantikannya, sang GTT bercerita bahwa dirinya betul-betul shock karena - jika surat mutasi istri saya benar-benar turun maka dia akan kehilangan pekerjaan. Dia juga bercerita bahwa tempat itu adalah menjadi gantungan hidupnya, apalagi suaminya saat ini sedang menjadi pengangguran. Dia juga berkeluh kesah bahwa keluarga sempat pernah tidak bisa makan karena tidak ada penghasilan. Banyak hal yang dia ceritakan, yang intinya dia - yang merintis mengajar disana, sangat kehilangan pekerjaan itu jika istri saya benar-benar akan menggantikannya.
Mendengar itu semua gantian istri saya yang bingung, antara kasihan, pengen pindah, tidak tega, dan perasaan sedih jika tidak jadi - mengaduk-aduk jadi satu di pikirannya.
Setelah mendengar cerita istri saya di telepon - saya hanya bisa berpikir, apakah semua nasib GTT seperti itu?