Lihat ke Halaman Asli

Hizbul Aulia Indriansyah

Mahasiswa Strata 1 UINSI Samarinda

Kelahiran pancasila dan idealisme yang disepakati bersama

Diperbarui: 16 Oktober 2023   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Lahirnya Pancasila, ideologi dasar Republik Indonesia, bermula dari sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada tanggal 29 Mei 1945. Di bawah kepemimpinan Dr. Radjiman Wediodiningrat, ketua BPUPKI, para anggota sidang diminta untuk merumuskan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh terkemuka seperti Prof. Dr. Soepomo, Ir. Soekarno, dan Mr. Muhammad Yamin, yang dikenal sebagai Bapak Bangsa, turut menyumbangkan gagasan mereka untuk membentuk rencana nasional ini.

Pancasila, terdiri dari lima sila, merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa. Proses perumusannya melibatkan kontribusi dari tiga pencetus, yang gagasannya kemudian disatukan menjadi satu dokumen Pancasila yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Dokumen ini kemudian direvisi oleh panitia sembilan orang dan akhirnya diadopsi sebagai doktrin dasar negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pencapaian ini tidaklah mudah; melainkan berasal dari sebuah proses yang dipikirkan dengan matang.

Kelahiran Pancasila dapat dikaitkan dengan upaya intelektual bersama para Bapak Bangsa. Pertama, berakar dari pemikiran yang mendalam. Kedua, berpedoman pada norma-norma yang ada. Ketiga, selaras dengan esensi bangsa, mewakili karakteristik ideal dan aspirasi rakyat Indonesia. Usulan-usulan yang diajukan oleh masing-masing pencetus merupakan hasil dari pertimbangan yang cermat, terkandung idealisme dan semangat kemerdekaan.

Perjalanan Pancasila dalam sejarah Indonesia ditandai oleh fase evolusi yang signifikan. Melalui masa pra-kemerdekaan, masa kemerdekaan, masa Orde Baru, hingga era reformasi, Pancasila melewati tantangan dan peluang yang berbeda untuk mempertahankan dan mengembangkan dirinya.

Pada tahun-tahun awal kemerdekaan (1945-1959), Pancasila muncul sebagai inti filosofis bangsa dan pilar fundamental negara Indonesia. Pada saat inilah berbagai pemberontakan, seperti pemberontakan PKI, DI, RMS, dan PRRI, mencoba menggoyahkan Pancasila dan integritas negara Indonesia. Namun, Pancasila tetap tegak berdiri menghadapi upaya-upaya ini, menunjukkan kekuatannya.

Di era Orde Lama (demokrasi terpimpin 1959-1966), Indonesia berjuang mengubah diri dari masa penjajahan menjadi negara yang sepenuhnya merdeka. Penerapan Pancasila dihadapkan pada tantangan, terutama dengan upaya pemberontakan PKI pada tahun 1960, yang berupaya mengubah Pancasila menjadi ideologi komunis.

Era Orde Baru (1966-1998) menyaksikan upaya bangsa Indonesia untuk pulih dari luka-luka pemberontakan, menerapkan langkah-langkah seperti Rapelita, proses pemilu, pendidikan P4 Pancasila, dan bahkan distribusi pembangunan. Meskipun awalnya Pancasila menikmati stabilitas, akhir masa ini melihat Indonesia menghadapi tantangan internal seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dwifungsi ABRI, dan pembatasan kebebasan berpendapat. Selain itu, krisis moneter global hampir memecah belah bangsa, namun nilai-nilai Pancasila akhirnya membantu mendamaikan perbedaan dan mengembalikan persatuan Indonesia.

Pada era Reformasi (1999-hingga sekarang), terjadi pergeseran signifikan, ditandai dengan reformasi politik, ekonomi, hukum, dan pemikiran yang luas, mengedepankan pemahaman dan pemeliharaan fondasi ideologis Pancasila. Periode ini juga menyaksikan upaya untuk memperkuat pemahaman Pancasila melalui kurikulum pendidikan yang direvisi. Sementara tantangan terhadap Pancasila masih ada, termasuk pengaruh internal dan eksternal di era globalisasi dan digitalisasi, Pancasila terus dipegang tinggi oleh generasi muda, membawa harapan untuk pemimpin Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Pancasila, sebagai filosofi dasar, menduduki posisi utama dalam masyarakat Indonesia. Peran-perannya mencakup sebagai jiwa bangsa, sebagai wujud kepribadian bangsa, sebagai cara hidup, dan sebagai perjanjian luhur. Dalam peran saya sebagai mahasiswa, saya melihat dan mengalami dampak mendalam dari Pancasila dalam berbagai dimensi.

Sebagai jiwa bangsa, Pancasila menjadi inti yang mempertahankan identitas Indonesia. Mengidentifikasi diri sebagai orang Indonesia tidak memiliki arti tanpa pemahaman dan implementasi Pancasila. Di dalam ranah akademik, intinya tercermin dalam sila keempat yang menekankan pentingnya musyawarah. Dalam situasi pengambilan keputusan yang kompleks, berunding bersama untuk mencapai keputusan adalah refleksi dari sila ini. Selain itu, dalam sila pertama, sebagai mahasiswa, kami mengakui pentingnya persatuan dalam keberagaman, menghargai dan merangkul berbagai fakta dan fenomena yang kita temui selama perjalanan pendidikan kami.

Pancasila juga membentuk kepribadian rakyat Indonesia. Ia mewakili gambaran ideal diri orang Indonesia, dikenal karena toleransi, senyuman hangat, dan nilai-nilai demokratis. Sebagai mahasiswa, keunikan kami sebagai orang Indonesia tercermin dalam ketaatan kami pada Pancasila. Ia membimbing kami dan mengingatkan kami untuk tetap berada dalam jalur saat kami menghadapi penyimpangan dari prinsip-prinsipnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline