Penulis:
1. Raihan Rafi Huda Pratama
2. Mohammad Hisyam Muzaki
Perkawinan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena melalui perkawinan, manusia dapat membentuk keluarga yang menjadi dasar masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, agama, hukum, sosial, budaya, maupun psikologis. Di Indonesia, perkawinan diatur oleh UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengandung beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh setiap pasangan yang ingin menikah. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas Sukarela
Asas sukarela artinya, adanya persetujuan secara sukarela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan, yaitu calon suami dan calon istri. Perkawinan harus didasarkan atas cinta, kasih sayang, dan keinginan bersama untuk membina rumah tangga yang bahagia dan kekal. Tidak boleh ada paksaan, tekanan, atau tipu daya dari pihak manapun, baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, maupun pihak lain yang berkepentingan. Asas sukarela tertera pada Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa: "perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai".
2. Asas Partisipasi Keluarga
Asas partisipasi keluarga artinya, adanya keterlibatan dan dukungan dari keluarga kedua belah pihak dalam proses perkawinan. Keluarga memiliki peran penting dalam memberikan nasihat, bimbingan, restu, dan bantuan kepada calon mempelai, baik secara materiil maupun moril. Keluarga juga harus menghormati dan menghargai pilihan dan keputusan calon mempelai, serta tidak menghalangi atau mengganggu perkawinan yang sah. Asas partisipasi keluarga diatur dalam Pasal 6 ayat (2) sampai dengan ayat (6) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang mengatur tentang syarat izin orang tua atau wali bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, serta mekanisme penyelesaian perbedaan pendapat atau ketidaksediaan memberikan izin melalui pengadilan.
3. Asas Perceraian Dipersulit
Asas perceraian dipersulit artinya, adanya upaya untuk menjaga dan mempertahankan perkawinan yang telah terjalin, serta menghindari atau meminimalisir terjadinya perceraian. Perceraian adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan dalam perkawinan, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi suami, istri, anak, dan masyarakat. Oleh karena itu, perceraian hanya dapat dilakukan sebagai jalan terakhir, setelah semua usaha untuk memperbaiki hubungan suami istri telah dilakukan, namun tidak berhasil. Perceraian juga harus didasarkan pada alasan-alasan yang kuat dan sah, serta melalui proses hukum yang adil dan transparan. Asas perceraian dipersulit diatur dalam Pasal 39 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan dan berdasarkan alasan-alasan tertentu, yaitu:
- Zina