Lihat ke Halaman Asli

24 Jam Itu Tak Cukup

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu lagi tingkah laku manusia yang secara tak manusiawi berusaha hidup lebih dari apa yang sudah ditentukan. Mungkin ini hanya ungkapan untuk (overjob) kelebihan pekerjaan, atau mungkin (over fixed schedule) terlalu banyak kegiatan yang terjadwal, atau juga malah (exessive desire) kelebihan ambisi yang seolah-olah berusaha untuk membodohi diri sendiri dengan hasrat mencapai titik surgawi dunia yang sebenarnya tak perlu untuk dicapai.

Kita selalu berusaha untuk memperpanjang keberadaan nyawa dalam raga ini dengan cara bagaimanapun. Makan, minum, berjalan, menghirup udara, mencari nafkah. Memang tak ada salahnya, hanya, mengapa hal ini kontras dengan hal-hal yang sederhana, hal yang sebenarnya malah itu tujuan awalnya?

Alangkah indahnya menjadi seorang pengajar. Memberi apa yang dipunya, menyaksikan kawanan harapan muda meniru apa yang sudah diberikan, melihat pertumbuhan yang alami untuk melanjutkan ras ini. Itu beberapa hal yang indah untuk disaksikan. Namun, hal ini bertolak belakang dengan apa yang ada di dalam konteks kehidupan muda yang berpikir dan berpetualang. Ketika kita hanya memberi mereka ruang kosong, kapan menerapkan?Kapan melakukan?Kapan menjadi?

Satu hari = 24 jam itu tidak cukup. Sampai mata ini berkedip melebihi kecepatan suara. Itulah efek samping ketika berusaha untuk hidup lebih dari 24 jam sehari. Berusaha menyelesaikan apa yang sudah dimulai, melanjutkan apa yang sudah berjalan, memenuhi hutang yang bukan hutang,  mempertahankan apa yang sudah menjadi milik. Sampai melakukan aktivitas  ganda dalam satu waktu, dengan tatapan tajam mata yang haus akan dahaga hasrat surga, Surga dunia.

Sehingga waktu terasa sangat cepat sekali berlalu (dalam hati berujar, tak terasa, sudah umur sekian) dan masih banyak sekali amanah yang belum terselesaikan. Bahkan waktu untuk mengasihi sang kekasih tercinta tersita demi melaksanakan amanah ini.

Dan pada akhirnya, setelah semua itu, raga ini menunjukkan kelemahannya. Sekalipun seharusnya tak ada ruang ataupun waktu untuk beristirahat. Apa daya, tubuh ini dibuat lemah agar tidak melampaui batas yang memang belum ada. Seandainya saja, satu hari lebih dari 24 jam. Maka semuanya akan selesai sesuai rencana. Dan beberapa hal termasuk mengisi kulkas dengan makanan yang segar seperti ini dan juga bersilaturahmi ke kawanan ahli tulis lain pasti tidak akan lalai untuk dilaksanakan.

Ini hal yang menyenangkan, sangat-sangat. Seakan-akan melihat seorang bidadari cantik turun dari kemahnya di surga, mengenakan gaun yang bercahaya dan berjalan beriringan sembari bercanda-gurau. Itulah surga, surga masa lalu yang menghimpit surga masa depan yang belum tercapai. Alangkah indahnya, sayang, hanya bisa dilakukan di alam yang lebih fana dari alam dunia ini sesekali dan itupun dilakukan dalam porsi waktu yang sesingkat-singkatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline