Penutupan berbagai tempat wisata sebagai dampak dari pandemi COVID-19 tak luput membuat kehidupan manusia untuk berwisata menjadi terhenti. Bagi sebagian orang yang tidak memiliki hobi untuk traveling, melakukan short trip di weekend atau bahkan untuk sekedar jalan-jalan tentu tidak menimbulkan efek yang luar biasa besar. Namun tidak bagi para pecinta traveling dan jalan-jalan pasti ada sesuatu yang hilang. Bahkan sangat besar dampaknya bagi kesehatan mental.
Traveling atau jalan-jalan diyakini oleh para pecinta hobi ini mampu memberikan manfaat positif. Layaknya sebuah gadget, tubuh dan pikiran kita perlu untuk di re-charge. Termasuk juga bagi saya dan pasangan. Setelah ada pengumuman dibukanya PSBB di wilayah kota Malang, kami berdua mencoba untuk mengunjungi sebuah danau di wilayah kabupaten Lumajang. Ranu Pani adalah sebuah danau yang terletak di sebuah desa bernama Ranu Pani. Letak desa ini berada di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut. Desa ini adalah desa terakhir sebelum mencapai Gunung Semeru.
Bagi para pendaki Gunung Semeru, Ranu Pani dijadikan pos terakhir sebelum pendakian. Tak jarang banyak sekali tenda berwarna-warni didirikan di area dekat danau Ranu Pani yang berwarna hijau. Pemandangan indah di sekeliling Danau Ranu Pani ini mampu memberikan efek dramatis bagi para pengunjung. Yang saya rasakan adalah rasa takjub, bersyukur bisa menikmati keagungan Tuhan melalui ciptaan-Nya yang sangat sempurna.
Lokasi desa dan danau Rani Pani ini secara administratif berada di wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Karena kami pecinta motor trail maka transportasi menuju kesana dapat dengan mudah kami lakukan. Kami berangkat pukul 06.30 WIB sehingga jalanan relatif masih sepi. Sepanjang perjalanan menuju Danau Ranu Pani, kami melewati pemandangan hijaunya pohon dan semak-belukar di kiri dan kanan jalan serta beberapa tanaman sayur-mayur. Di beberapa area masih terlihat hamparan kabut yang menambah indahnya panorama. Sungguh menyejukkan!
Sebelum mencapai tempat tujuan, kami sampai di persimpangan antara objek turis Gunung Bromo dan Desa Ranu Pani. Gunung Bromo yang masih ditutup untuk kunjungan wisatawan terlihat luas, sunyi dan menggambarkan kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta.
Ketika akhirnya kami tiba di Desa Ranu Pani, suasana sepi sangat terasa. Terlihat hanya beberapa orang yang menjalankan aktifitasnya di teras rumah. Maklum, ijin untuk melakukan pendakian bagi para pendaki gunung belum dibuka sehingga desa ini pun kembali ke bentuk aslinya, desa yang menampilkan kebersahajaan penduduknya dan menyatu dengan alam.
Setiba di Danau Ranu Pani yang menjadi kunjungan pertama saya, mata seolah tak ingin berpaling untuk melihat hijaunya danau yang indah. Beberapa rumah bercat putih seolah menjadi latar indah yang menambah keeksotisannya. Saya seolah berada di sebuah tempat wisata di luar negeri. Padahal ini adalah Danau Ranu Pani, sebuah danau eksotis yang berada di sebuah desa di wilayah kota Lumajang, Jawa Timur.
Indonesia memang negara kaya akan keindahan dan keeksotisan obyek-obyek wisata alam yang tiada duanya. Sebagai pengunjung pertama di tengah pandemik COVID-19 dan di masa transisi PSBB, kami merasakan dengan meluangkan waktu sejenak di akhir pekan untuk kembali merasakan sensasi kesegaran alam menjadi obat paling mujarab untuk break sejenak dari rutinitas.
Tips short trip kami di weekend adalah tetap mematuhi protocol kesehatan, yakni memakai masker, membawa handsanitizer, rajin cuci tangan dan menjaga jarak (physical distancing). Protokol kesehatan ini menjadi panduan utama bagi kami untuk tetap dapat melakukan hobi ngetril berdua menikmati keindahan alam di seputaran Kabupaten dan Kota Malang, Jawa Timur.
Kita harus tetap waspada terhadap pandemi COVID-19, tetapi bukan berarti kita menjadi orang yang paranoid dengan menutup diri. Dengan tetap patuh pada anjuran pemerintah, senantiasa melakukan protokol kesehatan serta tak lupa senantiasa berdoa kepada Tuhan untuk memberikan perlindungan insya Allah kita masih dapat melakukan kebiasaan kita di era New Normal.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, kami sengajar mampir di sebuah warung yang menyediakan berbagai menu makan siang. Warung yang didominasi oleh bambu ini mampu menjadi transisi bagi para pengunjung yang merasa lelah dan ingin menikmati menu khas Jawa Timur, seperti Nasi Pecel, Pisang Goreng, Kopi hitam dan beberapa jenis gorengan lainnya. Semua terasa nikmat bila kita lapar. Untuk dua porsi nasi Pecel, secangkir kopi hitam, teh hangat dibrandol harga 25.000 sungguh sangat murah dan terjangkau.