Lihat ke Halaman Asli

Hindun Humaira

A student of communication science.

Pandangan Moral dan Etika Dalam Film Schindler's List.

Diperbarui: 24 Juli 2022   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Schindler's List adalah film yang berlatar belakang sejarah pembantaian kelompok Yahudi di Eropa oleh Jerman Nazi. Pemeran utama dari film ini adalah Oskar Schindler yang merupakan seorang pengusaha ambisius, penuh akal dan taktik. Ditengah konflik antara Jerman Nazi dan kelompok Yahudi, Oskar Schindler justru memanfaatkan situasi tersebut demi ambisinya membangun sebuah pabrik (D.E.F -- Deutsche Emailwarenfabrik). Schindler dengan sengaja mempekerjakan orang-orang Yahudi agar biaya upah yang ia keluarkan menjadi rendah sehingga ia bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Selain itu Schindler juga sangat lihai dalam berbisnis dan membangun relasi dengan para petinggi-petinggi Nazi agar ia dapat bekerja sama dan mendapatkan dukungan dari mereka. Pada awalnya Schindler sama sekali tidak memperdulikan nasib para pekerjanya, ia hanya berfokus pada bisnis pabriknya. Sementara itu para Yahudi mengira bahwa Schindler adalah orang baik yang dapat menyelamatkan dan memberi perlindungan kepada mereka. Sampai pada akhirnya tentara Jerman Nazi secara paksa memindahkan seluruh warga Yahudi ke camp-camp konsentrasi khusus (ghetto), proses ini memakan banyak korban nyawa karena tentara Nazi secara membabi buta tanpa belas kasihan membunuh orang-orang Yahudi tersebut. Oskar Schindler menyaksikan aksi tentara Nazi yang melakukan pembantaian terhadap para pekerja pabriknya. Di camp konsentrasi warga Yahudi dipaksa untuk bekerja dibawah tekanan dan pengawasan tentara Jerman Nazi.

Pertanyaan

  • Oskar seorang Katolik, tetapi ia berbohong dan menyogok Nazi untuk mempekerjakan Yahudi di pabriknya. Bagaimana kalian menilai perbuatan Oskar secara etis?
  • Etika normatif manakah yang dapat membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film ini?
  • Apakah etika deontologis (non-konsekuensialis) cocok untuk menilai Tindakan Oskar (menyogok tapi menyelamatkan)?

Film Schindler's List menghadapkan kita pada banyak dilemma moral. Salah satunya adalah dilemma yang dialami oleh Oscar Schindler, yakni pada sebuah situasi dimana Schindler merasa harus menyelamatkan para Yahudi yang bekerja di pabriknya, namun di sisi lain ia harus berbohong dan menyogok Nazi agar bisa menyelamatkan para Yahudi. Pada awal cerita Schindler menyelematkan Yahudi demi kepentingan pribadi dan ambisinya, tentu tindakan ini bertentangan dengan nilai etis. Namun seiring berjalannya waktu, Schindler menyadari bahwa pilihannya ini memang pilihan yang secara sadar ia putuskan untuk menyelamatkan nyawa para Yahudi. Schindler pun memilih untuk berbohong dan menyogok tentara Nazi demi bisa menyelamatkan para pekerjanya tersebut. Dari sudut pandang moral berbohong adalah tindakan yang tidak baik, dalam sudut pandang Etika Kristen berbohong jelas dilarang dalam Alkitab. Secara etis Schindler telah melanggar Etika Kristen.

Akan tetapi, mari kita memandang dengan kacamata etika lainnya. Pada kasus ini kita akan dihadapkan pada situasi yang mengharuskan Schindler untuk berbohong, yakni demi menyelamatkan banyak nyawa manusia. Ada satu tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh Schindler, dimana tujuan tersebut berdampak baik bagi banyak orang, disini kita dapat memahami tindakan Schindler sebagai sebuah keputusan yang berlandaskan Etika Normatif yaitu Ulitirianisme. Etika Ulitirianisme adalah etika normatif yang menilai bahwa sebuah tindakan dianggap baik apabila output yang dihasilkan sukses atau berhasil membawa manfaat yang baik bagi sebanyak mungkin orang. Keputusan Schindler tentu merupakan buah hasil pemikiran panjangnya, dimana ia juga harus mempertimbangkan banyak variabel lain, mempertaruhkan nyawa, dan mengesampingkan pandangannya terhadap agama yang ia anut (perbuatan berbohong dan menyogok).

Berangkat dari sudut pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa pada situasi ini, Etika Deontologis (non-klausal) akan menilai bahwa tindakan Schindler adalah bertentangan. Etika Deontologis merupakan etika yang mengedepankan kepatuhan, ketaatan, dan kewajiban terhadap moral. Immanuel Kant menegaskan bahwa Etika Deontologis mutlak mengikat, dan tidak mempertimbangkan pada hasil akhir, baik itu akan memberikan keuntungan atau kerugian. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan Etika Ulitirianisme yang mementingkan kesuksesan dan hasil akhir dari sebuah tindakan atau keputusan.

References:

Kekuatan dan Kelemahan Etika Deontologi

https://jpicofmindonesia.org/2020/09/kekuatan-dan-kelemahan-etika-deontologis/

*Disclaimer: Essay ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Etika di Universitas Pelita Harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline