Lihat ke Halaman Asli

Joko Widodo, Bukan Presiden Berdaulat

Diperbarui: 2 November 2015   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Selamat Datang Ibu Presiden Megawati Soekarnoputri di Busan Indonsesia Center, October,18, 20I5 “ Spanduk ucapan selamat datang kepada Megawati Presiden of Indonesia itu terpampang di atas pintu dan jendela Kantor Consular Afrfairs Office of The Republic Indonesa di Busan, Korea Selatan. Lha kok Presiden NKRI Megawati. ?

Lucu bukan ? Atau kocak sekaligus konyol dan memalukan . Rakyat Indonesia, anak-anak sekolah dasar pasti tahu bahwa Presiden Indonesia adalah Joko Widodo . Bukan Megawati . Megawati itu mantan Presisen. Kalau saja yang bikin spanduk itu bukan orang konsuler Indonesia, tapi orang Korea bolehlah dimaklumi . Boleh jadi karena ketidaktahuannya. Tapi itu spanduk kan yang bikin orang konsuler ini. Jadi boleh dong bila ada yang menafsirkan bahwa spanduk tersebut sengaja dibikin untuk melecehkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden NKRI, Presiden pilihan rakyat ” yang seharusnya berdaulat” dan 20 Oktober 2015 genap satu tahun menjabat Presiden.

Jokowi Presiden berdaulat ? jawaban jujurnya. Belumlah. Presiden yang fenomenal iya.Tapi berdaulat kah dia ? Sejak dari masa kampaye Pemilu Presiden hingga dilantik menjadi Presiden bahkan sampai saat ini banyak orang menyebut Jokowi sebagai sosok yang fenomenal. Fenomenal karena dukungan rakyat yang luar biasa dan fenomenal karena sampai saat ini ia terus dihujat, disindir, dihina, difitnah. Hujatan paling fenomanal mungkin bias dibaca di media cetak seperti Tabloid Obor Rakyat. Di media sosial fitnah dan hinaan terhadap Jokowi lebih keja, tidak beretika.

Presiden negar berpenduduk hampirr 250 oleh pembencinya digambarkan sebagai manusia berbadan anjing. Betapa hinanya Presiden Jokowi . Oleh rakyatnya sendiri itu dilukiskan sebagai anjing berkepala manusia (Jokowi) yang leher dirantai dan sedang dituntun Megawati sang “majikan” yang menyuruh Jokowi sebagai “petugas partai”.

Ratusan status hinaan di media social sejak “tukang mebel” ini dicalonkan sebagai kandidat Presiden RI sampai saat ini tidak pernah berhenti. Bahkan serangan oleh pembenci, penentang dan lawan-lawan politiknya semakin bertubi-tubi. Dari tuduhan anak sebagai perempuan Cina, anak dari keluarga PKI sampai hinaan dalam bentuk karikatur, Jokowi yang dimasukkan ke dalam tas kresek yang ditentengn seseorang dan dikomentari ,” Punya Presiden tapi tidak berguna. Jual saja ke toko bagus,com “.

Bahwa Jokowi dilecehkan dan dianggap sebagai Presiden yang tidak berdaulat dapat dilihat misalnya saat pembukaan Kongres PDIP di Denpasar. Jokowi yang datang ke upacara pembukaan sama sekali tidak disambut sebagai seorang Presiden tapi sebagai “petugas partai”. Lalu pada acara puncak Sail Tomini 2015, di Pantai Kayu Bura, Kabupaten Par8igi Maoutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (19/9),  Jokowi yang hadir bersama Megawati dn tentuanya Puan Maharani seperti dibawah bayang-bayang Megawati. Inilah salah tantangan yang harus dihadapi Jokowi, bagaimana mampu menunjukkan bahwa dia adalah seorang Presiden yang berdaulat.

Seperti dikatakan Harsoko Soediro seorang politisi senior Partai Nasional Indonesia/Front Marhaenis-PNI/FM dan eks anggota Badan Pekerja KonggresPNI/FM 1963-1966, kedepan tantangan Jokowi menjadi semakin berat dan bervariasi. Bukan hanya firnah-fitnah yang menyerang pribadi akan tetapi tekanan, intrik-intrik serta manuver politik dari lawan-lawan politik dan penentangnya akan tetapi juga justru datang dari politikus partai pengusung, terutama PDI-P. Satu tahun menjadi Presiden, katanya  ia mendapat legacy masa-masa sebelumnya yang tidak semuanya mengenakkan . Apalagi Jokowi awal-awalnya menabur TRI SAKTI untuk pedoman kerja kabinetnya.

Padahal titik dari TRI SAKTI adalah apa yang disebut BERDAULAT. Berdaulat di bidang politik, berdaulat di bidang ekonomi dan berdaulat di bidang budaya.Tentu semuanya harus di atas dasar Pancasila. Harsoko mencatat Jokowi telah selamat dari berbagai “perangkap politik” yang dipasang oleh oposisi (KMP) misalnya masalah DUO PARLEMEN yang diawali dengan lahirnya UU MD3 tentang MPR, DPR,DPD, DPRD yang merupakan manuver politik tentu untuk kepentingan KMP pendukung Prabowo-Hatta.

Lalu ada kasus Komjen Budi Gunawan, disusul kemudian Dana Aspirasi, kenaikan gaji anggota DPR, wacana mega proyek gedung baru DPR RI. Jokowi juga berhasil menepis tuduhan bahwa dia bukan kader PDI- P, tidak mengerti ajaran Soekarno, tidak paham TRI SAKTI dll.Yang   menjadi tanda tanya adalah kritik-kritik sarkasme justru dipandegani oleh oleh tokoh-tokoh pengusung Jokowi.

Pemenang tapi tidak berdaulat

Satu tahun menjabat sebagai Presiden tantangan yang dihadapi Jokowi semakin luas membentang. Joko Widodo dan Jusuf Kala memang telah memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden sebagai peraih suara terbanyak. Jokowi-JK memperoleh suara 70.9976.65 suara atau 53,15 persen dan hanya terpaut 8.421.389 suara dari pasangan Prabowo-Hatta Rajasa yang meraih 62.576.444 suara (46,85%). Komisi Pemilihan Umum 27 Juli 2014 menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Pemenang Pemilu Presiden 2014. Kemenangan Capres dan Cawapres tentu saja disambut dengan super heboh dan penuh sukacita oleh masyarakat pendukungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline