Lihat ke Halaman Asli

Matrimony Lesmana

Tukang Sosiologi Budaya

Opsi Reshuffle Kabinet, Sulitnya Menyatukan Perbedaan

Diperbarui: 1 Februari 2020   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: https://yogyakarta.kompas.com)

Merujuk judul di atas, memang sampai hari ini paling tidak belum terlihat ada langkah-langkah signifikan dari Pemerintah untuk mengambil langkah menuju reshuffle kabinet. Namun, sejak awal pada pengenalan kabinet Indonesia Maju di Istana Negara ada peringatan Kepala Negara. Bunyinya sebagai berikut:

"[...] saya pastikan yang nggak serius, nggak sungguh-sungguh, hati-hati bisa saya copot di tengah jalan.[...]" (lihat).

Maka satu hal yang pasti, bahwa opsi reshuffle itu ada dan selalu terbuka kemungkinannya. Tapi apa dasarnya?

Kalau dihitung, beberapa hari yang lalu umur kabinet ini baru mencapai 100 hari. Hitungan 100 hari ini menjadi trend perbincangan di masyarakat. Konon, bersama kabinet ini banyak harapan masyarakat belum tercapai.

Nampaknya kini lebih banyak anggota masyarakat menaruh harapan kepada kepemimpinan beliau. Paling tidak bila dilihat dari meningkatnya jumlah pemilih Presiden Joko Widodo dalam Pemilu tahun kemarin dibanding dengan Pemilu Presiden 2014.

Naiknya angka pemilih, sedikit-banyak, juga datang bersama naiknya jumlah macam dan ragam harapan baru, di samping harapan dari mereka yang pada periode sebelumnya sudah mempercayai kemampuan Kabinet Kerja 2014 - 2019.

Namun, tidak semua harapan dari mereka yang berubah pikiran ini terpenuhi dalam 100 hari.

Inilah salah satu tugas utama Kabinet Indonesia Maju, yaitu untuk menjemput harapan mereka yang sebelumnya tak 'terrangkul' untuk naik sejajar dengan yang lain.

Kalau dilihat ke belakang, ketidak-percayaan mereka sebelumnya memang masih didominasi oleh isu-isu ketertinggalan di bidang ekonomi, bila melihat di segmen masyarakat mana menurunnya kepercayaan rakyat terhadap ideologi negara Pancasila (lihat).

Dan secara tidak langsung menurunkan kepercayaan terhadap pemerintah yang terus ingin membumikannya.

Ramainya jargon politik seperti 'turunkan harga' dan 'keberpihakan' mengindikasikan adanya harapan yang dibangkitkan oleh buaian nostalgia akan gemilangnya masa lampau. Yaitu saat harga bahan kebutuhan hidup masih terjangkau dan tampilnya tokoh bijaksana pengayom rakyat. Dan kemungkinan besar harapan ini tidak ikut berubah bersama dengan kepercayaan politik.

Untuk itu di dalam Kabinet Indonesia Maju harus duduk orang-orang yang tepat pada tempatnya. Mereka harus mampu mengeksekusi program dan peraturan sambil terus berkomunikasi bersama lapisan masyarakat manapun, karena harapan kepada pemimpin, yang mengerti "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", masih sangat tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline