Lihat ke Halaman Asli

Himmatul uliyah

Berusaha hidup lebih bermanfaat dan bermartabat

Puisi | Sebait Kisah Mama

Diperbarui: 23 Januari 2020   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

commentwarehouse.com

Sedetik kuterpuruk dalam sebuah kenangan empat puluh tahun silam sebait kisah pada sosok wanita cantik , kuat jiwa pun ragaBerjalan berkilo-kilo meter tuk berikan setetes embun rasa dahaga agama di desa tempat mengabdi pada suami, bahkan sampai pada lain desa, yang dia jalani bertahun-tahun dengan senang hati.

Seringkali aku merasa bukan apa-apa, jika kuingat dia menjalaninya sambil menggendong balita, menuntun permata hati. Teriknya mentari dan guyuran hujan tak jadi penghalang untuk terus jalani.

Pastinya lelah dan sedih tapi tak pernah aku dengar keluh kesahnya, tak pernah tahu air matanya, karena dia yakin bahwa semua itu taqdir yang harus dijalani.

Menikmati jatuh bangun ekonomi keluarga dengan riang, meladang, menyunggi keranjang ke pasar,terima jahitan baju tetangga dilakukan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selalu sabar dan tawakkal, tak pernah putus asa,  menyalahkan Tuhan apalagi.

Bertambah dekat dengan sang penguasa jagat dengan sepertiga  malam yang tak pernah terlewat, masih manari-nari di pulupuk mataku. Sedih dan pilu tak bisa tiru sepenuhnya oleh anakmu.

Kepanjen, 23 Januari 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline