Lihat ke Halaman Asli

HIMIESPA FEB UGM

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Menjaga Ketahanan Pangan Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 22 November 2020   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Fathi Syauqy Azzam, Ivana Sherly Ardhelia, Muhammad Naufal Fauzan, Nurhaliza Aziza | Publikasi ini merupakan esai pemenang Triponomics 2020

Latar Belakang

World Health Organization (WHO) mengumumkan pada tanggal 11 Maret 2020 bahwa wabah coronavirus (COVID-19) telah menjadi pandemi. Di Indonesia sendiri, pemerintah mengumumkan bahwa virus ini pertama kali terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020. Mengingat mudahnya penyebaran virus ini, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai zona merah penyebaran COVID-19. Pembatasan tersebut memaksa setiap orang untuk berkegiatan di rumah masing-masing sehingga tingkat konsumsi masyarakat secara kolektif menjadi lesu.

Lesunya konsumsi masyarakat tersebut sangat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Orang-orang memilih untuk menunda konsumsi terhadap barang-barang non pokok sebagai bentuk penghematan pengeluaran pada masa krisis. Namun, tentunya hal ini berbeda dengan permintaan akan pangan yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. 

Kebutuhan akan pangan merupakan kegiatan yang tidak bisa ditunda, seperti halnya kebutuhan sekunder atau tersier. Sehingga, kemampuan ketahanan pangan selama masa krisis menjadi penting untuk diperhatikan dalam upaya menjaga kestabilan dan keamanan suatu negara yang sedang dilanda krisis seperti sekarang ini.

Mewabahnya COVID-19 ini juga sangat berdampak pada rantai pendistribusian pasokan pangan yang diakibatkan oleh pembatasan mobilitas. Kesulitan impor bahan pangan pada saat pandemi juga akan menambah runyam permasalahan mengingat Indonesia masih cukup tergantung dengan impor pasokan pangan. Jika tidak segera dilakukan pengadaan pasokan, tentu sisi penawaran yang tidak bisa mengimbangi sisi permintaan terhadap pangan sangat memungkinkan terjadinya kenaikan harga-harga komoditas pangan. 

Lebih parahnya, hal tersebut dapat menimbulkan kenaikan harga pada barang-barang komplementernya. Jika diperhatikan lebih jauh, mekanisme pengimporan yang terdapat aturan tarif dan Surat Pernyataan Impor (SPI) tentu agak menyulitkan pemasok mengimpor dari sumber yang lain. Masalahnya, ketersediaan dari sumber utama yang belum tentu menjamin adanya komoditas terkait, memaksa pemasok untuk membutuhkan sumber lain dan tentunya juga kemudahan dalam perizinan tersebut.

Perekonomian Indonesia Secara Umum di Kuartal II-2020

Pandemi COVID-19 seakan-akan telah membuat perekonomian Indonesia babak belur dihantamnya. Indonesia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 5,32% (yoy) pada kuartal II-2020. Kontraksi tersebut merupakan kontraksi ekonomi pertama yang dialami Indonesia setelah terakhir kali mengalaminya pada kuartal I-1999. 

Kontraksi pertumbuhan dialami oleh banyak lapangan usaha, seperti transportasi dan pergudangan sebesar 30,84%, serta penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 22,02%. Industri Pengolahan yang memiliki peran dominan juga mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 6,19% (Katadata, 2020).

Tangguhnya Sektor Pertanian di Tengah Krisis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline